BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

SMAN 2 Dan SMKN 1 Kota Probolinggo Berjaya Dalam Lomba Adiwiyata Nasional

Bagi SMAN 2, tahun ini merupakan keberhasilan kali kedua meraih penghargaan Adiwiyata. Sebab itu, SMAN 2 berhak atas piagam dan piala Adiwiyata yang diserahkan di Istana Negara Jakarta, tepat di momen hari lingkungan hidup, 5 Juni lalu. Sedangkan SMKN 1 baru tahun ini mendapat piagam Adiwiyata.Dua piagam Adiwiyata yang berhasil diraih kini terpajang di dinding ruangan Kepala Sekolah SMAN 2 Suradji Chabir. Piagam pertama ditandatangani Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Drs Sudariyono, dan Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Dr Suyanto, Ph.D. Sedangkan piagam yang diraih tahun ini ditandatangani oleh Meneg Lingkungan Hidup Ir Rachmat Witoelar dan Menteri Pendidikan Nasional Prof Dr Bambang Sudibyo, MBA.

Di samping dua piagam tersebut, terpajang juga foto-foto Suradji dan guru pembina program Adiwiyata Endang Sulistyowati, bersama Presiden RI Susilo Bambang Yudhyono. Itu foto saat keduanya menerima piagam calon sekolah Adiwiyata tahun lalu dan foto saat menerima piala Adiwiyata tahun ini. Bangga, Tentu saja perasaan ini dimiliki seluruh warga SMAN 2. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada sekolah-sekolah yang memiliki kepedulian dan budaya lingkungan. "Pada tahun kedua ini, kami memang lebih siap mengikuti lomba Adiwiyata ini. Berbeda dengan tahun pertama," tutur Chabir didampingi Agus, salah satu guru SMAN 2 saat ditemui dua hari lalu.

Dengan prestasi ini, SMAN 2 bahkan semakin yakin untuk menularkan wawasan mereka tentang Adiwiyata pada sekolah lain. Dengan demikian, sekolah lain akan terpacu untuk mengiku program nasional ini. "Kami siap menerima studi banding dari sekolah manapun," tutur Chabir. Sampai kini, baru dua sekolah di kota yang mau melakukan studi banding soal Adiwiyata ke SMAN 2. Keduanya yaitu, SMKN 1 dan SMAN 3. Sementara sekolah lain belum ada. Khususnya yang datang lengkap, murid, guru dan kepala sekolah.Justru beberapa sekolah dari kabupaten sudah datang. Di antaranya, SMA Taruna Leces, SMAN Dringu, SMPN 1 Dringu, SMPN Sumberasih, SMP Bhakti Pertiwi dan SMA Tunas Luhur, Paiton.

Kondisi ini sempat membuat Chabir berpikir. Apa gerangan yang membuat sekolah di kota tidak mau melakukan studi banding ke SMAN 2? Padahal, Dinas Pendidikan kota menganjurkan sekolah-sekolah untuk studi banding soal Adiwiyata ke SMAN 2. Selain itu, sekolah ini juga tengah menyiapkan beragam program untuk mengikuti lomba Adiwiyata 2009. Tentu saja program tersebut harus berbeda dengan program dua tahun sebelumnya. Sementara program dua tahun yang lalu, harus tetap dilaksanakan. Jika berhasil mempertahankan prestasi pada tahun 2009 dan 2010, maka SMAN 2 akan mendapat piala Adiwiyata mandiri pada 2010.

Sebuah perjuangan yang tidak mudah memang. Namun, SMAN 2 seolah siap menghadapi perjuangan itu. Salah satu buktinya yaitu, kini sekolah ini semakin fokus pada perubahan perilaku siswanya. Caranya, membentuk tim Adiwiyata untuk kelas X. Sebelumnya, tim Adiwiyata hanya dibentuk untuk kelas XI dan XII. Pembentukan tim ini diharapkan dapat mempercepat transfer perilaku yang peduli dan berbudaya lingkungan pada siswa kelas X. Artinya, perubahan perilaku cepat terlihat pada siswa baru itu. Bagi SMAN 2, perubahan perilaku tetap menjadi prioritas dalam program ini. "Mereka kan berasal dari beragam SMP dan latar belakang. Jadi, butuh energi dan waktu untuk mengubah perilaku mereka," terang Chabir.

Selain itu, disiapkan program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sebenarnya sudah ada program serupa di SMAN 2. Kini, program tersebut akan dikembangkan melalui pembuatan kompos bersama warga sekitar. Tidak tanggung-tanggung, SMAN 2 berencana membeli mesin pembuat kompos dengan skala kecil. Harapannya, program ini membantu pengelolaan sampah dari warga sekitar. Lalu bagaimana dengan SMKN 1 setelah menerima penghargaan sebagai sekolah calon Adiwiyata? Kepala Sekolah SMKN 1 Dwi Sumedi Noto Projo terlihat sibuk mengawasi kegiatan bersih-bersih di halaman depan sekolah itu.

Begitu Radar Bromo datang, Sumedi pun menggambarkan penerapan program Adiwiyata di sekolahnya. Dia lantas berkeliling ke lokasi sekolah bersama Radar Bromo. Ada pot bunga yang dijejer di sebuah papan yang dibuat bersusun. Pot-pot itu ditempatkan di depan hampir semua ruang kelas. Sementara di pojok-pojok sekolah, ada tiga tempat sampah sekaligus. Ada tempat sampah organik, tempat sampah kertas dan tempat sampah plastik. Di depan tiga tempat sampah ini, ada komposter untuk mengelola sampah organik menjadi kompos.

Saat berkeliling dengan Radar Bromo, Sumedi sempat melihat sampah kertas di lantai sekolah. Dia lantas memungutnya dan memasukkannya ke tempat sampah kertas. Saat menunjukkan komposter pada Radar Bromo, dia menemukan tutup botol dari plastik di dalamnya. Sumedi pun memungutnya dan memasukkan ke tempat sampah untuk plastik. Bukan sekedar perilaku, inilah salah satu cara yang ditempuh Sumedi untuk mengubah perilaku warga SMKN 1. Bukan melalui paksaan atau instruksi, melainkan dengan cara memberi contoh.

Dengan contoh tersebut, diharapkan nurani semua warga sekolah tersentuh dan tergerak untuk meniru. Karena intruksi atau paksaan pada perilaku dinilainya hanya akan bertaha sebentar. Selanjutnya, akan luntur dengan sendirinya. "Jadi walau sudah menerima penghargaan, bagi kami perilaku tetap tidak bisa dipaksakan. Karena itu, kami tetap berusaha menjadi contoh bagi warga sekolah ini," terang Sumedi. Cara ini bahkan sudah diterapkannya sebelum mengikuti lomba Adiwiyata. Kini, sikap itu tetap dipilih oleh Sumedi untuk mengubah perilaku siswa menjadi sadar lingkungan. "Jika ingin berhasil, ya harus diawali oleh kita-kita sendiri," katanya.

Sementara untuk mengikuti lomba Adiwiyata tahun berikutnya, SMKN 1 hanya berupaya untuk mengoptimalkan apa yang sudah dilakukan selama ini. Diantaranya, penghijauan bersama masyarakat dan bersih-bersih lingkungan oleh siswa. Cara ini memberikan tantangan tersendiri, karena tidak semua warga sadar dan mau ikut serta. Bahkan saat siswa bersih-bersih, ada saja warga yang malah membuat kotoran atau sampah lagi. "Memang di sinilah tantangannya saat terjun di tengah-tengah masyarakat dan melakukan kegiatan lingkungan. Tidak semua orang langsung peduli. Ini yang dipahami siswa," tegasnya. Sumber Berita

No comments:

Post a Comment

Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.