BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Strategi Untuk Menciptakan Kesinambungan Produksi Dan Pemanfaatan Pupuk

I. TINJAUAN UMUM KONDISI DAERAH

A. KONDISI UMUM
Kota Probolinggo merupakan salah satu kota di wilayah bagian utara Propinsi Jawa Timur. Terletak diantara jalur jalan Surabaya / Malang – Banyuwangi/Jember/Lumajang. Secara astronomis daerah ini terletak di antara 7º43’41” sampai 7º49’04” Lintang Selatan dan 6º21’31” sampai 6º25’49” Bujur Timur dengan batas wilayah:
a. Sebelah Utara: Selat Madura.
b. Sebelah Timur: Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo.
c. Sebelah Selatan: Kecamatan Leces, Wonomerto, Bantaran, dan Sumberasih Kabupaten Probolinggo.
d. Sebelah Barat: Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo.

Secara administrasi Kota Probolinggo dibagi menjadi 5 Kecamatan dan 29 Kelurahan. Kecamatan dimaksud adalah: Kecamatan Mayangan, Kademangan, Wonoasih, Kanigaran dan Kedopok. Wilayah Kota Probolinggo terletak pada Ketinggian 0 sampai kurang dari 50 meter diatas permukaan air laut. Semakin ke wilayah selatan, ketinggian terhadap permukaan air laut semakin bertambah. Namun demikian seluruh wilayah Kota Probolinggo relatif berlereng (0–2%). Hal ini mengakibatkan masalah erosi tanah dan genangan air cenderung terjadi di daerah ini.

Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Probolinggo sebesar 200.000 jiwa, sedangkan luas wilayah Kota Probolinggo adalah 56,67 per Km2, sehingga tingkat kepadatan penduduknya sebesar 283 jiwa / Km2. Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat Probolinggo telah mengalami perkembangan dari pola budaya yang agraris (petani dan nelayan) menjadi masyarakat yang urbanis. Sedangkan dari spektrum kesukuan, komposisi sosial masyarakat Probolinggo secara keseluruhan didominasi oleh suku jawa dan madura sehingga corak adat istiadat yang berkembang merupakan perpaduan diantara kedua budaya tersebut.

B. LUAS LAHAN PERTANIAN
Penggunaan lahan di wilayah Probolinggo pada 2008 di dominasi oleh kawasan sawah dengan luas 3.261.962,5 Ha (62,47 %), kemudian disusul dengan perumahan atau perkampungan dengan luas 1.360.037,5 (20,47%), Kebun campuran dengan luas 606.125 Ha (10,70 %) , jasa dengan luas 96.700 Ha (1,71%), industri dengan luas 143,80 Ha (0,77 %), dan perdagangan dengan luas 27.500 Ha (0,48%). Berdasarkan data tersebut karakteristik daerah Kota Probolinggo masih bersifat daerah pertanian sehingga sangat berpotensi untuk mengembangkan bidang pertanian.

C. KEBUTUHAN PUPUK
Dominasi lahan pertanian menuntut kebutuhan pupuk yang tinggi dalam pengelolaan pertanian. Selama ini kebutuhan pupuk di Kota Probolinggo dicukupi dengan pupuk kimia. Berdasarkan catatan data statistik kebutuhan pupuk untuk kegiatan pertanian di Kota probolinggo tahun 2008 sebanyak 2.953 ton. Kondisi di lapangan kebutuhan pupuk masih mengalami kekurangan bahkan pada musim tanam pernah terjadi kelangkaan pupuk.

D. KEBUTUHAN PUPUK ORGANIK
Pupuk organik merupakan alternatif untuk digunakan dalam pengelolaan pertanian mengingat pupuk organik memiliki kemampuan untuk mengembalikan kesuburan tanah bila dibandingkan dengan pupuk kimia. Kebutuhan pupuk organik di Kota Probolinggo pada dasarnya cukup tinggi, namun minat petani untuk menggunakan pupuk organik sangat rendah. Kebutuhan pupuk organik masih terbatas digunakan di kalangan pecinta bunga dan pembibitan. Kebutuhan terhadap pupuk organik oleh petani perlu diciptakan melalui sosialisasi untuk menggunakan pupuk organik melalui demplot dan percontohan aplikasi pupuk organik sehingga petani berminat untuk memanfaatkan pupuk organik berupa kompos untuk kegiatan pertanian. Berdasarkan luas wilayah pertanian maka dibutuhkan pupuk organik sebanyak 11.812 ton.

II. KEBIJAKAN REVITALISASI PASAR TRADISIONAL

A. REVITALISASI PASAR TRADISIONAL
Keberadaan Pasar tradisional memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat Kota Probolinggo di antara tumbuhnya pasar-pasar modern. Jumlah pasar tradisional di kota Probolinggo sebanyak 9 buah yaitu :
1. Pasar Baru
2. Pasar Gotong Royong
3. Pasar Kronong
4. Pasar Mangunharjo
5. Pasar Ketapang
6. Pasar Wonoasih
7. Pasar Wiroborang
8. Pasar Randupangger
9. Pasar Kademangan

Pasar tradisional identik dengan kondisi yang kumuh, tidak teratur, sanitasi buruk dan manajemen yang kurang profesional. Walaupun demikian pasar tradisional tetap menjadi penunjang perekonomian masyarakat. Hal ini disebabkan karena karakteristik pasar tradisional adalah dapat berinteraksinya penjual dan pembeli dan terjadi tawar menawar barang antara penjual dan pembeli sehingga terjadi kedekatan emosial dan personal diantara keduanya. Kondisi ini melestarikan budaya masyarakat yang guyub, rukun dan saling memberikan perhatian. Oleh karena itu Pemerintah Kota Probolinggo tetap memberikan perhatian yang besar terhadap keberadaan pasar tradisional. Peningkatan pasar tradisional dilakukan melalui program revitalisasi pasar diantaranya adalah melakukan kegiatan :
1. Perbaikan sarana dan prasarana pasar tradisional berupa : perbaikan los pasar, perbaikan sarana sanitasi, pengelolaan sampah, penyediaan sarana parkir dan penyediaan pos pelayanan pengaduan masyarakat.
2. Peningkatan daya saing pelaku pasar tradisional berupa : standarisasi barang dagangan, pemberian kredit usaha, peningkatan sdm pelaku pasar dan peningkatan aksesibilitas dagang.
3. Pemberdayaan pelaku pasar berupa : peningakatn kualitas barang dagangan, fasilitasi pembentukan paguyuban pedagang pasar, pelayanan pengaduan dan pemberian layanan informasi barang.
4. Manajemen pasar tradisional secara modern berupa : peningkatan sdm aparatur, redesain pasar, pengorganisasian barang, pemberian reward dan punisment serta penegakan peraturan.

B. PEMANFAATAN SAMPAH PASAR
Sampah pasar tradisional terdiri dari berbagai bahan organik dan non organik. Berdasarkan komposisisnya jumlah sampah organik tidak kurang dari 70 % bila dibandingkan dengan sampah non organik, sehingga bahan organik sampah tersebut sangat potensial untuk diolah menjadi kompos. Pasar tradisonal akan menyediakan bahan baku kompos secara terus menerus dan ini menjadi prasyarat penyediaan bahan baku bagi kegiatan industri khususnya industri pupuk organik.

Pengolahan sampah organik menjadi kompos dimulai dengan kegiatan memilah sampah antara organik dan non organik. Pelibatan pelaku pasar dalam melakukan pemilahan dan pengumpulan sampah sangat diperlukan sehingga sarana pewadahan yang terpisah antara sampah organik dan non organik perlu disediakan oleh pemerintah. Kegiatan pendampingan pelaku pasar untuk melakukan kegiatan pemilahan dan pengumpulan sampah perlu terus dilakukan sehingga tercipta sistem pemilahan dan pengumpulan sampah yang didukung oleh pelaku pasar. Dengan demikian proses pengolahan sampah pasar tradisional menjadi kompos akan semakin cepat seiring dengan meningkatnya permintaan produk pertanian organik.

III. STRATEGI DAN PRIORITAS PROGRAM PENGOLAHAN SAMPAH

A. TAHUN 2009
Strategi dan prioritas program pengolahan sampah tahun 2009 diarahkan pada optimalisasi pengolahan sampah pasar baru dengan memanfaatkan bangunan rumah kompos yang telah difasilitasi oleh Yayasan Damon Peduli. Kualitas produksi kompos ditingkatkan melalui deversifikasi produksi kompos menjadi NPK organik granular sehingga memudahkan petani dalam pemanfaatannya. Selain itu produksi pupuk cair sebagai produk sampingan pengolahan sampah organik yang berkualitas tinggi. Sasaran pengolahan sampah diarahkan pada pasar baru mengingat lokasi mengolahan sampah lebih dekat sehingga memudahkan transportasi. Upaya optimalisasi pengolahan sampah pasar baru tersebut ditunjang dengan peningkatan SDM pengelola melalui pelatihan teknis maupun manajemen disamping peningkatan sarana dan prasarana pendukung pengolahan sampah.

B. SETELAH TAHUN 2009
Pasca tahun 2009 program pengolahan sampah pasar baru direncanakan direplikasi di berbagai pasar tradisional di Kota Probolinggo. Untuk tahun pertama direncanakan dibangun 3 unit tahun kedua 3 unit dan tahun ketiga 2 unit. Dengan demikian akhir tahun 2012 semua sampah pasar tradisional di Kota Probolinggo telah dilakukan pengolahan sebagai unit produksi kompos yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik.

IV. PELUANG DAN HAMBATAN

A. PELUANG
Peluang pemanfaatan sampah organik menjadi kompos adalah :
1. Sampah pasar tradisional sebagai bahan baku produksi tersedia secara terus menerus sepanjang waktu.
2. Kebutuhan pupuk organik sebagai upaya mengembalikan kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
3. Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk-produk pertanian organik yang sehat dan aman.
4. Kemitraan dengan swasta.

Peluang pemanfaatan sampah pasar disiasati melalui upaya penyadaran kepada masyarakat secara keseluruhan dan membangun minat untuk melakukan pengolahan sampah. Hal ini dilakukan melalui sosialisasi dan pelatihan teknis kepada masyarakat serta integrasi program-program yang dilakukan dinas teknis terkait seperti kesehatan, pekerjaan umum, pertanian, lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat. Kemitraan dengan swasta merupakan hal penting untuk menjaga keberlanjutan kegiatan baik kemitraan secara langsung dengan pengguna pupuk organik/pekaku (kelompok tani, perkebunan) maupun kemitraan dalam hal pemasaran produksi.

B. HAMBATAN
Hambatan yang dihadapai dalam upaya pemanfaatan sampah pasar menjadi kompos diantaranya adalah :
1. Kondisi sampah pasar masih bercampur antara bahan organik dan bahan non organik.
2. Terbatasnya sarana dan prasarana pengolahan sampah.
3. Terbatasnya dana operasional pengolahan sampah.
4. Penggunaan pupuk organik belum diminati petani.
5. Belum terciptanya jaringan pemasaran produk kompos.
6. Rendahnya minat masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah.

Berbagai hambatan yang dihadapi terus diupayakan untuk disikapi dan diberikan solusi melalui:
1. Peningkatan peran serta masyarakat pelaku pasar untuk memilah dan mengumpulkan sampah pasar dengan menyediakan sarana dan prasarana pengolahan sampah.
2. Pengadaan sarana dan prasarana pengolahan sampah secara bertahap sesuai dengan kemampuan pendanaan.
3. Sosialisasi melalui demplot penggunaan pupuk organik hasil pengolahan sampah pasar untuk berbagai jenis tanaman.
4. Membangun jaringan pemasaran pupuk organik dengan pihak pemasaran pupuk organik. 5. Mencipgtakan iklim yang kondusif untuk menarik swasta maupun masyarakat untuk berinvestasi di bidang pengolahan sampah.

V. STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLAAN KOMPOS

A. PEMBINA : Walikota Probolinggo
B. PENGAWAS : Bawasda, Yayasan Danamon Peduli
C. PENGURUS : Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan dan Yayasan Danamon Peduli
D. BENTUK ORGANISASI : Bentuk Organisasi pengelolaan sampah menjadi kompos dilaksanakan UPT Pengolahan Sampah dan Limbah yang merupakan bagian dari Badan Lingkungan Hidup yang bertugas melakukan pengolahan sampah.
E. SUMBER SAMPAH YANG DIOLAH : Tahun 2009 Sumber sampah yang diolah adalah sampah pasar baru Kota Probolinggo dan secara bertahap sesuai dengan perencanaan pengelolaan sampah pasar di seluruh Kota Probolinggo.
F. AREA DISTRIBUSI DAN PEMASARAN : Wilayah Kota Probolinggo dan sekitarnya meliputi Kabupaten Probolinggo, Lumajang dan Pasuruan.
G. ESTIMASI JUMLAH KARYAWAN : Jumlah karyawan yang dibuthkan dalam pengolahan sampah pasar menjadi kompos diperkirakan pata Tahun 2009 sebanyak 5 orang, Tahun 2010 sebaynyak 15 orang dan tahun 2011 sebanyak 15 orang dan tahun 2012 sebanyak 10 orang. H. SUMBER KEUANGAN : Sumber keuangan pengolahan sampah pasar berasal dari APBD Kota Probolinggo, Hasil penjualan kompos dan yayasan Danamon Peduli.

VI. RENCANA DISTRIBUSI DAN PEMASARAN

A. DEMPLOT
Sebagai upaya untuk memperkenalkan pupuk organik hasil pengolahan sampah pasar direncanakan membuat demplot aplikasi pupuk organik untuk tanaman bawang merah, jagung dan padi. Demplot diiringi dengan kegiatan sosialisasi kepada petani dan promosi melalui berbagai media baik surat kabar maupun elektronik. Demplot direncanakan dengan memanfaatkan lahan sawah/pertanian milik pemerintah Kota Probolinggo yang tersebar di wilayah Kota Probolinggo. Promosi dan sosialisasi juga dilakukan secara langsung kepada kelompok-kelompok tani oleh tenaga penyeuluh pertanian.

B. PENJUALAN LANGSUNG
Penjualan langsung disediakan di lokasi pengomposan selain didistribusikan kepada kios-kios pertanian yang ada di Kota Probolinggo. Selain itu juga dilakukan pendekatan kepada stand-stand bunga yang menyediakan pupuk organik untuk kegiatan penanaman bunga. Penjualan langsung di lokasi pengomposan sampah pasar dimaksudkan agar konsumen mengetahui secara langsung proses pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan sampah pasar.

C. PEMANFAATAN OLEH DINAS
Program tamanisasi kota yang dilaksanakan pemerintah Kota Probolinggo membutuhkan pupuk organik yang cukup besar sehingga produksi kompos pengolahan sampah organik pasar dapat diserap pasar. Kegiatan penghijauan kota melalui gerakan penanaman pohon juga membutuhkan pupuk organik. Kegiatan penghijauan terus dilakukan sehingga kebutuhan pupuk organik meningkat setiap tahun. Instansi pemerintah yang membutuhkan pupuk organik diantaranya adalah Badan Lingkungan hidup untuk program Tamanisasi, penghijauan, Dinas pertanian dan Dinas Perikanan untuk kegiatan tambak.

D. KEMITRAAN DENGAN SWASTA
Untuk meningkatkan pemasaran pupuk organik diperlukan kerjasama kemitraan dengan pihak swasta yang bergerak di bidang pupuk. Kerjasama dimaksudkan untuk meningkatkan kulitas pupuk organik dengan menambahkan unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti unsur N, P dan K. Penambahan unsur dimaksudkan agar pupuk organik dapat bereaksi dengan cepat terhadap pertumbuhan tanaman sehingga pemanfatannya tidak berbeda dengan penggunaan pupuk kimia. Upaya ini dilakukan untuk menarik minat petani agar menggunakan pupuk organik.

E. SISTEM PEMBAYARAN DAN ADMINISTRASI
Pada tahap awal sistem pembayaran dilakukan dengan sistem bayar setelah panen, yaitu petani membayar pupuk organik setelah panen. Hal ini dilakukan mengingat masih rendahnya minat petani menggunakan pupuk organik. Pemanfaatan oleh konsumen langsung ke lokasi pengomposan dilakukan secara tunai. Pembayaran untuk pemanfaatan pupuk organik oleh institusi pemerintah dilakukan sesuai dengan jadwal realisasi anggaran oleh masing-masing instansi. Sedangkan pembayaran penjualan melalui stand-stand dilakukan setelah pupuk organik laku dijual.

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN
1. Upaya pengolahan sampah pasar menjadi kompos merupakan pemanfaatan peluang menjadikan nilai ekonomis terhadap materi yang tidak dimanfaatkan sebelumnya.
2. Pemerintah Kota Probolinggo berkomitmen untuk melakukan pengolahan sampah menjadi kompos sebagai bagian dari upaya penanggulangan pencemarang dan menjaga kelestarian lingkungan.
3. Berbagai hambatan dan kendala yang ada dalam pengolahan sampah menjadikan tantangan untuk dihadapi dan diberikan solusi secara tepat.
4. Upaya pelibatan masyarakat dalam penolahan sampah harus terus dilakukan seiring dengan penyediaan sarana dan prasarana pengolahan sampah.

B. REKOMENDASI
1. Upaya mengolah sampah pasar menjadi kompos perlu mendapat dukungan berbagai pihak baik eksekutif, legislatif maupun masyarakat sebagai pelaku ekonomi.
2. Upaya pemanfaatan kompos untuk kegiatan pertanian oleh petani perlu didukung oleh Departemen Pertanian secara khusus.
3. Keberadaan pelaku-pelaku ekonomi (dunia perbankan) sangat diperlukan untuk memberikan dukungan terhadap upaya penanggulangan pencemarang khsusnya pengolahan sampah sebagai bentuk CSR. Sumber Berita

No comments:

Post a Comment

Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.