BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Pengelolaan Kawasan Pesisir, Sebuah Misi Penyelamatan Bumi

Potensi dan Fakta Kelautan Kota Probolinggo
Secara geografis, Wilayah Kota Probolinggo di sebelah utara berbatasan langsung dengan laut yaitu Selat Madura, oleh karenanya sebagian penduduknya beraktifitas dan berdomisili di dekat pantai atau di kawasan pesisir. Panjang pantai wilayah Kota Probolinggo adalah sekitar 7 Km dengan berbagai aktivitas masyarakat di dalamnya. Secara umum masyarakat di kawasan pesisir Kota Probolinggo, mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan, pembudidaya ikan di tambak, serta pengolah ikan. Derap langkah kehidupan masyarakat pesisir Kota Probolinggo pada kurun waktu akhir-akhir ini semakin berkembang. Perkembangan tersebut bukan tanpa alasan seiring berkembangnya kegiatan perekonomian dan pembangunan di wilayah tersebut. Namun demikian bukan berarti perkembangan tersebut sama sekali tidak menimbulkan dampak, baik yang negatif maupun yang positif. Kita akan tersenyum terhadap ekses yang positif, namun kita perlu khawatir terhadap dampak negatif yang kelak ditimbulkan.
Strategisnya wilayah pesisir dan laut bagi perputaran roda perekonomian serta ditunjang oleh tingginya keanekaragaman hayati, menjadikan daerah ini merupakan tempat segala macam kegiatan manusia. Pemukiman, pabrik berbagai macam jenis, pelabuhan, supermarket, jalan raya tumpah ruah di area pesisir. Tidak hanya di darat, di laut kita jumpai pula berbagai aktivitas, seperti perikanan, pengeboran minyak dan gas bumi, pelayaran baik untuk olah raga, rekreasi maupun untuk niaga.
Perkembangan wilayah pesisir Kota Probolinggo amat ditunjang oleh sarana transportasi baik darat maupun laut. Pelabuhan Tanjung Tembaga merupakan pelabuhan niaga peninggalan jaman penjajahan Belanda. Hal itu terlihat dari berbagai bentuk bangunan di dalam pelabuhan dan bentuk dermaga yang amat memadai sebagai tempat berlabuhnya perahu dan kapal. Baik kapal niaga maupun kapal perikanan. Pembangunan Jalan Lingkar Utara juga merupakan pemicu dan pemacu derap perkembangan perekonomian di kawasan tersebut. Terutama untuk sepanjang kawasan yang dilintasi oleh Jaln Lingkar Utara tersebut yang terbentang sepanjang Kelurahan Pilang, Sukabumi, Mayangan dan Mangunharjo.

Ketika Ancaman Tiba
Intensitas pembangunan yang tinggi, ternyata memberikan dampak dan tekanan yang besar terhadap kelestarian sumber daya pesisir dan laut. Kegiatan perikanan destruktif seperti penggunaan bahan peledak, racun sianida, penambangan karang, dan penebangan mangrove untuk pengalihan lahan pesisir merusak ekosistem pesisir dan laut, seperti ekosistem mangrove dan terumbu karang. Jika pun tidak melakukan penebangan namun adanya reklamasi terhadap pantai tentu akan sedikit banyak merubah kondisi lingkungan pantai. Memang tidak semua aktivitas perusakan lingkungan seperti yang digambarkan di atas terjadi di kawasan pesisir Kota Probolinggo. Namun masyarakat dan tentu saja pemerintah harus tetap waspada.
Pembangunan dan rencana operasionalisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan sebagai pusat industri dan perdagangan perikanan akan mempengaruhi kondisi lingkungan di sekitar kawasan tersebut. Kemudahan akses di kawasan pesisir Kota Probolinggo melalui pembangunan Jalan Lingkar Utara diperkirakan akan semakin memperpadat kehidupan perindustrian di kawasan tersebut. Belum lagi rencana rehabilitasi Pelabuhan Niaga Tanjung Tembaga tentu juga akan memberikan sumbangan lain terhadap degradasi lingkungan.
Beberapa scenario degradasi lingkungan dimulai dari beberapa hal yang amat mungkin terjadi di kawasan pesisir Kota Probolinggo. Pertama, penumpukan sampah industri dan rumah tangga di sekitar pantai. Mungkin orang berpikir ketika mereka membuang sampah di pantai, maka air laut melalui ombaknya akan menghanyutkan sampah tersebut entah kemana. Padahal kita semua tahu bahwa sampah plastik amat sulit diuraikan oleh alam, melalui organisme pengurai. Otomatis hal tersebut akan semakin mengotori air laut dan daerah di sekitar pantai. Air laut dan pantai yang kotor akan serta merta menimbulkan degradasi lingkungan. Kita bisa lihat di pantai di sebelah barat Pelabuhan Niaga Tanjung Tembaga. Betapa tumpukan sampah rumah tangga amat mengganggu pemandangan. Itu baru sampah rumah tangga. Bayangkan jika kelak industri berkembang di kawasan pesisir Kota Probolinggo. Sampah industri pun akan turut pula menymbang kerusakan lingkungan di Kawasan Pesisir Kota Probolinggo. Belum lagi jika Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan dioperasikan, akan semakin luas lagi kawasan pesisir bersampah. Wow ! Tentu perhatian pertam kita adalah persoalan sampah dan limbah yang akan “disetor” ke Selat Madura yang notabene sebagian masuk wilayah Kota Probolinggo.
Memang, pembuangan sampah ke laut adalah tindakan paling mudah menenggelamkan sampah. Namun laut tetap bukanlah tempat pembuangan sampah terakhir! Laut tetap harus diperhatikan kelestariannya.
Scenario kedua adalah adanya penebangan liar hutan mangrove untuk berbagai kepentingan. Secara langsung hal ini akan mengakibatkan terjadinya abrasi pantai. Kondisi laut di wilayah Kota Probolinggo adalah tinggi sedimen. Hal ini akan memperkuat energi gelombang yang menghantam pantai. Sebab materi yang dibawa oleh gelombang laut bukan hanya air, tetapi juga membawa materi lumpur sedimen dan pasir. Fungsi mangrove sebagai penahan gelombang dan breakwater (pemecah gelombang) akan hilang ketika penebangan hutan mangrove dilakukan. Apa yang terjadi? Abrasi yang pertama sebagai akibat tidak adanya penahan energi gelombang yang menghantam pantai, selanjutnya adalah intrusi air laut ke sumber air darat. Intrusi air laut adalah meresapnya sifat-sifat air laut ke sumber air di darat. Jangan heran jika kelak sumber air di daratan Kota Probolinggo akan terasa payau atau bahkan asin. Itu adalah sebuah akibat yang amat mungkin terjadi.
Akibat lain bisa kita lihat bahwa betapa sekarang amat sulit menangkap ikan-ikan besar di kawasan lautan. Kalaupun ada kemungkinan ikan besar tersebut bukan dari kawasan lautan di sekitar Kota Probolinggo. Mengapa ini bisa terjadi? Secara sederhana bisa dijelaskan bahwa semua itu akibat dari perpaduan dari scenario pertama dan kedua di atas. Hutan mangrove sebagai tempat berkembang biaknya ikan dan hayati laut telah berkurang, pada sisi lain banyak kawasan air laut telah tercemar oleh sampah dan material pencemar lainnya. Jika lingkungan lautan dan kawasan pesisir terus mengalami degradasi, bukan tidak mungkin anak cucu kita kelak tidak lagi mengenal kerapu, kakap, bawal. Ikan-ikan tersebut hanya akan ada dalam buku-buku sejarah, seperti kita mengenal sejarah dinosaurus.
Tidak adanya mangrove di beberapa pesisir di berbagai kawasan terutama di wilayah yang berbatasan dengan laut lepas membuat warga pesisir menderita bila terjadi air pasang. Sebab pada bulan antara November – hingga Februari dan Maret, air pasang dapat masuk hingga ke perkampungan nelayan dan merendam rumah mereka. Sementara abrasi bukan hanya menggerus pantai tetapi juga lahan pertanian, jalan, perkebunan, dan perkampungan penduduk.
Kita belum berbicara tentang akibat jangka lebih panjang yang sekarang sudah mulai kita rasakan. Pemanasan Global. Ya, sebuah perubahan iklim! Mangrove adalah tumbuhan yang akan mengurangi pemanasan tersebut, mengurangi pengaruh efek rumah kaca. Jika hutan mangrove habis, lalu apa yang bisa kita perbuat untuk mencegah pemanasan global?
Reklamasi pantai yang sembarangan adala scenario ketiga yang mungkin terjadi di Kota Probolinggo dan yang bisa mengakibatkan adanya degradasi lingkungan. Reklamasi yang dimaksud di sini adalah pengurugan pantai untuk berbagai kepentingan. Pada dasarnya pengurugan pantai yang sembarangan dan tanpa perhitungan akan mengakibatkan perubahan ekosistem kawasan pesisir. Pengaruh buruk yang mungkin akan terjadi adalah intrusi air laut dan ketidakseimbangan sedimentasi. Ketidakseimbangan sedimentasi akan mengakibatkan perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai ini terjadi akibat adanya sedimentasi pada sisi yang satu dan abrasi pada sisi yang lain. Sebagai catatan sedimentasi akan mengakibatkan bertambahnya kawasan darat, sedangkan abrasi akan mengakibatkan berkurangnya kawasan daratan.

Mulai Menata Diri
Salah satu upaya penting yang mulai banyak diterapkan dalam mengurangi dampak degradasi sumberdaya kelautan adalah pengembangan program konservasi laut melalui pembentukan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut. Langkah ini dipandang sebagai cara paling efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati laut beserta nilai ekonomi yang terkandung di dalamnya (DKP, 12 Maret 2007).
Kawasan Konservasi Laut (KKL) dibentuk dalam suatu wilayah pesisir dan laut dengan batas geografis yang tegas dan jelas, ditetapkan untuk dilindungi melalui perangkat hukum atau aturan mengikat lainnya, dengan tujuan konservasi sumberdaya hayati dan kegiatan perikanan yang berkelanjutan di sekitar (luar) wilayah KKL. Secara hakiki, maksud ditetapkannya KKL adalah untuk dapat melestarikan fungsi dan pelayanan dari ekosistem (ecosystem services) tersebut bagi keseimbangan ekologis dan kesejahteraan manusia.
Pengertian konservasi disini tidaklah sempit, dimana sering disalahartikan bahwa bila suatu kawasan ditetapkan sebagai KKL maka berlaku 'no take zone' sebuah kawasan yang tak boleh atau sama sekali tak bisa dikelola dan dimanfaatkan. Konservasi secara luas mengandung makna upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara arif serta keberlanjutan.
Perangkat kebijakan berkaitan dengan konservasi antara lain UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati, UU No. 1994 tentang Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.69 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, PP no. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh beberapa Pemerintah Daerah.
Dengan dasar-dasar aturan tersebut maka Pemerintah Kota Probolinggo yang pertama perlu menerapkan program Kawasan Konservasi Laut serta mengajak sekaligus memberikan tekanan kepada masyarakat. Tekanan yang dimaksud adalah dalam usaha melestarikan lingkungan melalui Kawasan Konservasi Laut. Mengingat bahwa Kota Probolinggo akan terus berkembang sebagai kawasan yang padat, baik oleh industrialisasi maupun perkembangan transportasi yang otomatis akan juga melibatkan kawasan pesisir sebagai penyangga utama dinamikanya. Tentu harus dilakukan secara terpadu diantara dinas-dinas terkait seperti DKLH, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan serta perangkat penegak hukum yaitu Dispol PP dan Kepolisian serta Kantor Linmas.
Sebagai langkah awal program Kawasan Konservasi Laut perlu dilakukan pemetaan kawasan pesisir dan laut sebagai dasar penataan lingkungan. Langkah ini sudah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Probolinggo melalui kegiatan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kawasan Pesisir dan Laut. Perencanaan tersebut didasarkan pada sumberdaya alam. Hasil dari perencanaan ini dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan secara lebih lestari kawasan pesisir wilayah Kota Probolinggo. Perencanaan tata ruang wilayah yang komprehensif untuk pengembangan dan pembangunan sangat diperlukan dalam pencapaian hasil pembangunan yang optimal. Tentu dengan tujuan jangka panjang bahwa perlindungan terhadap lingkungan lebih dikedepankan.
Dengan dasar rencana tata ruang tersebut pula pemerintah harus mulai menata mana-mana tempat yang bisa direklamasi untuk kepentingan masyarakat dan lokasi mana yang secara tegas harus dihindarkan dari reklamasi pantai. Namun secara umum sebaiknya pemerintah harus secara tegas melarang adanya reklamasi dan penebangan hutan mangrove.
Langkah kedua adalah penataan perangkat aturan atas pengelolaan lingkungan kawasan pesisir. Pemerintah maupun rakyat melalui DPRD harus sudah mulai berani mengambil inisiatif untuk merencanakan bahkan memutuskan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan, pemanfaatan serta perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara arif serta keberlanjutan. Betapapun di negeri ini peraturan masih harus dibuat sebagai perangkat yang amat penting dalam penegakan pengelolaan lingkungan. Ini sebuah pekerjaan besar dan amat mendesak mengingat perkembangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Kota Probolinggo yang terus berkembang dengan cepat. Memang, kawasan pesisir Kota Probolinggo relatif tidak terlalu luas, namun bukan berarti hal itu bisa disepelekan dari segi hukum dan aturannya.
Langkah ketiga adalah dengan mulai merehabilitasi hutan mangrove. Di Kota Probolinggo mempunyai luasan hutan mangrove sekitar 60 Km2. (data DKLH Kota Probolinggo), 2007). Sedangkan fakta fisik lainnya adalah jumlah volume sedimen yang terhanyut ke kawasan laut di sekitar Kota Probolinggo termasuk relatif tinggi (data DKP Kota Probolinggo, 2005). Belum lagi dengan kerasnya terpaan angin. Penanaman kembali hutan mangrove mempunyai beberapa tujuan. Tujuan utama adalah sebagai pemecah gelombang sebelum menghempas bibir pantai. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dengan mengurangi energi gelombang yang menghempas bibir pantai maka beberapa manfaat dapat diambil diantaranya mengurangi abrasi dan intrusi air laut, serta sedimentasi yang tidak seimbang.

Sedikit Sumbangan Bagi Penyelamatan Bumi
Kontribusi hutan mangrove tergambar dari fungsinya itu sendiri, seperti penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak, pengolahan limbah organik, tempat mencari makan, memijah dan bertelurnya berbagai biota laut seperti ikan dan udang. Selain itu sebagai habitat berbagai jenis margasatwa, penghasil kayu dan non-kayu serta potensi ecotourism (Yatim Suroso, 22 Januari 2007). Sebagai catatan Ecotourism adalah suatu kawasan wisata yang berbasis pada pemeliharaan lingkungan itu sendiri.
Perubahan iklim global (Climate change), yang disoroti sebagai isu global paling penting di era sekarang ini, dapat dikendalikan dengan konservasi wilayah pesisir dan lautan, dimana laut merupakan unsur dominant dalam pembentukan iklim (DKP, 2007). Dengan konservasi tersebut, maka tumbuhan seperti mangrove dapat tumbuh lebih baik dan lebat sehingga dapat mengurangi intensitas sinar matahari dan meredam perubahan suhu di permukaan laut. Selain itu, mangrove dapat juga berfungsi sebagai barrier dari pollutants yang dapat meningkatkan suhu air laut.
Melalui penanaman mangrove, seperti juga penanaman berbagai jenis tanaman di darat tentu akan amat membantu untuk mengurangi efek rumah kaca. Mengurangi efek rumah kaca terhadap bumi tentu saja akan mencegah pemanasan global. Mencegah pemanasan global tentu akan sedikit membantu menyelamatkan bumi !
Nah, tentu harapan terakhir kita adalah segera turut mendukung pelestarian lingkungan terutama dalam hal ini adalah lingkungan di kawasan pesisir. Tentu pula kita semua, pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan komitmennya secara nyata dalam sebuah langkah pelestarian lingkungan. Demi sebuah misi penyelamatan bumi. Ya, sedikit sumbangan kita dalam penyelamatan bumi melalui pelestarian lingkungan kawasan pesisir, yang kita mulai dari kawasan pesisir Kota Probolinggo. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...
Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.