BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Pemkot Probolinggo Gunakan Teknologi Accelerated Revolver Windrow Composting

Saat ini, hampir setiap kota di Indonesia, termasuk Kota Probolinggo, menghadapi permasalahan sampah yang cukup pelik seperti pencemaran lingkungan akibat pembakaran dan penumpukan sampah yang tidak terkendali, pembuangan sampah ke sungai sehingga berakibat banjir, sulitnya mencari lahan pembuangan sampah dan sebagainya. Dengan jumlah penduduk sekitar 183.661 jiwa, Kota Probolinggo telah menghasilkan sampah sekitar 550 meter kubik sampah per hari. Pada waktu yang bersamaan, saat ini lahan-lahan pertanian di pinggiran Kota Probolinggo sangat membutuhkan pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan tanahnya yang kian berkurang karena penggunaan pupuk kimia yang tidak seimbang. "Untuk mengatasi dua permasalahan yang harus ditangani sekaligus tersebut yaitu keterbatasan penyediaan pupuk organik bagi pertanian padi dan permasalahan persampahan, kota Probolinggo tengah menerapkan teknologi Accelerated Revolver Windrow Composting (ARWC)", demikian dikatakan Sri Wahyono, Peneliti Lingkungan BPPT (12/9).

ARWC adalah sistem fermentasi sampah organik yang dilakukan secara aerobik dengan cara ditumpuk memanjang (windrow) dan digulirkan (revolver) secara reguler sehingga berubah menjadi materi relatif stabil berupa pupuk organik kompos dalam waktu yang dipercepat (accelerated) dengan bantuan mikroba aerobik alami (native microbe). Melalui penerapan teknologi ARWC, sampah kota yang sebagian besar komposisinya (70%) adalah sampah organik fermentasi secara biologis menjadi pupuk organik yang bermutu tinggi, yakni bebas dari bibit gulma, higinis (bebas bakteri patogen) dan mengandung unsur hara yang tinggi, lanjut Sri Wahyono.

Menurut Sri Wahyono, ARWC merupakan teknologi pengomposan yang telah dikembangkan oleh Pusat Teknologi Lingkungan BPPT, yang kegiatannya didanai oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Program Difusi Teknologi Bidang Ketahanan Pangan Tahun 2008) dengan nilai sebesar 350 juta rupiah yang dikerjakan mulai Februari 2008 lalu. Ia mengungkapkan, "Sebelumnya, tanah-tanah persawahan di Probolinggo mengalami pengerasan karena penggunaan pupuk kimia. Adanya kompos hasil penerapan teknologi ARCW akhirnya dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik yang berkualitas. Selain harganya yang murah dan kompos tersebut mudah didapat karena dibuat sendiri di daerahnya. Dengan teknologi ARWC, permasalahan sampah di kota dan permasalahan penyediaan pupuk organik yang berkualitas di daerah pertanian padi diharapkan dapat terbantu. Kota menjadi bersih. Ketersedian pupuk organik terjamin, lahan persawahan padi menjadi subur. Apabila kesuburan lahan pertanian terjaga maka ketahanan pangan akan meningkat".

Sampah organik kota yang diolah tersebut berupa sisa-sisa biomassa produk pertanian yang berasal dari sentra-sentra pertanian di desa yang dikirim ke kota, seperti sayur-mayur, palawija, buah-buahan dan sebagainya. Sampah yang telah diolah menjadi pupuk organik yang diproduksi, setelah diayak dan dikemas dapat langsung dipasarkan atau digudangkan terlebih dahulu. Sasaran pengguna utama dari pupuk yang diproduksi adalah petani padi yang merupakan tulang punggung sektor pertanian di Probolinggo. Untuk saat ini, karena produksi kompos masih terbatas yaitu hanya 3 ton/minggu padahal kapasitas alat bisa mencapai 5 ton/minggu, maka pupuk organik kompos yang diproduksi tersebut tidak dipasarkan keluar wilayah Probolinggo, jadi sementara hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam rangka menjamin keberlanjutan produksi pertanian padi di daerah tersebut.

Prospek atau peluang pemasaran produk pupuk organik saat ini semakin terbuka lebar. Hal ini antara lain dipicu oleh sulit didapatkannya dan mahalnya pupuk kimia serta kesadaran akan pentingnya pupuk organik bagi kesuburan tanah pertanian yang semakin miskin hara. Menurut Sri Wahyono, para konsumen pupuk organik kompos di Kota Probolinggo adalah para petani padi dengan luas persawahan mencapai 2.156 Ha, para petani/pekebun tanaman palawija, sayur mayur, buah-buahan, tebu, jambu mete, dsb. yang luas lahannya mencapai 783 Ha, para petambak udang/bandeng untuk plankton enrichment dengan luas tambak 104 Ha, para pelaksana program rehabilitasi lahan kritis dan pembibitan tanaman keras, para retailer tananam hias yang tersebar di pinggir-pinggir jalan perkotaan dan kios-kios sarana, peralatan dan obat-obatan pertanian, para pembudidaya tanaman hias bernilai tinggi seperti aglonema, anthurium, euphorbia, anggrek, dsb dan Dinas Pertamanan dan para developer pemukiman untuk lanskaping.

Karakteristik teknologi ARWC adalah sederhana, mudah, murah dan ramah lingkungan sehingga gampang direplikasi dan dioperasikan di manapun tempatnya di Indonesia. Operasinya dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis tergantung dari situasi dan kondisinya. Prosesnya tidak berbau dan berlangsung cepat antara 4 sampai 6 minggu. Dengan perguliran yang dilakukan dapat terjamin estetika dan kemudahan prosesnya. Sedangkan produk yang dihasilkannya adalah kompos yang bermutu tinggi, yakni kompos yang bebas dari bibit gulma, higinis (bebas bakteri patogen) dan mengandung unsur hara yang tinggi. Teknologi ARWC telah teruji kehandalannya sehingga telah diaplikasikan di beberapa tempat di Indonesia dengan bahan baku yang beragam jenisnya mulai dari limbah pertanian, limbah industri, hingga sampah kota. Bahkan, teknologi tersebut telah direkomendasikan oleh KLH dan World Bank untuk diterapkan di seluruh Indonesia, ungkap Sri Wahyono. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...
Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.