BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Walikota Membuka Sosialisasi Program Pasar Berseri

Kementerian Negara Lingkungan Hidup cq Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan pada Deputi Komunikasi Lingkungan dan pemberdayaan Masyarakat bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo Jawa Timur, pada tanggal 24 November 2008 menyelengarakan Lokakarya Peningkatan Peran Masyarakat Perkotaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup melalui Program Pasar Berseri, di Kawasan perkotaan yang melibatkan seluruh pelaku pasar ( pengelola pasar, paguyuban pasar dan pedagang pasar) yang diikuti 50 peserta. Adapun maksud dan tujuan lokakarya Sosialisasi Pasar Berseri adalah mohon bantuan kepada hadirin untuk memberi masukan, kritikan, saran guna penyempurnaan buku panduan tersebut.

Lokakarya tersebut Pasar Berseri dibuka oleh Walikota Probolinggo Bapak H.M Buchori, SH, M.Si. dalam sambutannya, beliau menyambut baik tentang Sosialisasi Program Pasar Berseri yang diselenggarakan di Probolinggo ini, Pasar harus dikelola dengan baik sesuai tata ruang, setengah gagal apabila pasar hanya dikelola setengah-setengah. Dengan munculnya Mall di Probolinggo, persaingan pasar semakin sengit, sehingga diperlukan pemikiran bagaimana untuk bisa menarik konsumen agar lebih tertarik pada pasar tradisional. Dalam menanggapi maraknya preman, di Probolinggo khususnya di Pasar tidak ada ganggun dari preman (aman dari Preman).

Dalam Sosialisasi Pasar Berseri ini Asdep Urusan Pemberdayaan Masyarakat perkotan dalam sambutanya mengatakan bahwa kegiatan ini adalah sebagai tindak lanju MoU antara Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) tentang Peningkatan Peran Asosiasi Pengelolaan Pasar Indonesia dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun kerjasama ini bertujuan anatra lain:1). Mendorong kebijakan yang berpihak kepada pengelola pasar tradisional yang ramah lingkungan, 2). Melaksanakan program pengelolan sampah yang benar dan berorientasi pada kelestarian lingkungan di pasar-pasat tradisional seluruh Indonesia, 3). Menanamkan pengertian, bahwa kepentingan menjaga dan memelihara lingkungan merupakan suatu keharusan yang patut dilakukan dan melibatkan seluruh pelaku pasar, 4). Mendorong pelaku pasar untuk mengusahakan teknologi tepat guna yang akrab lingkungan dalam manajemen lingkungan pasar, 5). Dan memberikan pemahaman dan keterampilan untuk melakukan usaha pengelolaan lingkungan di Pasar Tradisional.

Dalam sesi selanjutnya Lokakarya tersebut secara panel dilanjutkan oleh Kepala Badan Lingkungan hidup Kota Probolinggo Drs. Endro Suroso, M.Si. tentang Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pasar Tradisional di Probolinggo, dalam paparannya diantara mengatakan secara realita Pasar tradisional berjumlah 13.450 pasar, 12,6 juta pedagang, yang mempunyai aset 65 triliun, diharapkan mampu bertahan terhadap serbuan pasar modern, ini yang merupakan Peluang dan Tantangan untuk terus dikembangkan. Sedangkan Kepala Dinas Pengelolan Keuangan Kota Probolinggo Drs. Basuki tentang Permasalahan dan Tantangan Pasar Tradisonal Kota Probolinggo,kedepan keberadaan pasar se kota Probolinggo perlu perbaikan sarana dan prasarana khususnya Pasar baru sebagai Pasar Sentral Tradisional perlu adanya renovasi bangunan secara menyeluruh, yang dapat memberikan ruang bagi para pedagang, ruang parkir dan ruang bongkar muat. Kemenetrian Negara Lingkungan Hidup dalam mensosialisakan Program Pasar Berseri, isinya mencakup empat Bab, Bab I Pendahuluan: memuat tentang latar Belakan, Ruang Lingkup, Maksud dan Tujuan, Manfaat Program. Bab II Pasar Tradisional: memuat tentang Pasar Tradisional, Pasar Tradisional saat sekarang, Peluang dan Pengembangan pasar Tradisional, Kendala dan Tantangan. Bab III Program Pasar Berseri: memuat tentang Pasar Berseri, Pengembangan Kebijakan Pasar Berseri, Pengembangan Forum Pelaku Pasar Berbasis Lingkungan, Pengembangan Jejaring Kemitraan, Pengelolaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Pendukung. Bab IV. Mekanisme Program dan Kriteria Pasar Berseri: memuat tentang Mekanisme Program Pasar Berseri, dan Kriteria Pasar Berseri.yang kemudian dilanjutkan tanya jawab. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Tinggi, Biaya Kelola Sampah

Pada 7 Mei 2008, UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah disahkan. Regulasi tersebut mengamanatkan wewenang pengelolaan sampah kepada pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemda. Konsekuensinya, biaya pengelolaan sampah menjadi tanggungan pemerintah atau pemda yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta APBD (pasal 24). Tak bisa dimungkiri, biaya pengelolaan sampah memakan porsi besar dalam alokasi anggaran lingkungan hidup. Dalam perubahan APBD kabupaten-kota 2007, daerah menganggarkan Rp 2 miliar-Rp 3 miliar. Kota Probolinggo bahkan mengalokasikan Rp 6 miliar.

Besarnya anggaran pengelolaan sampah disebabkan banyaknya daerah yang fokus pada pembangunan TPA sampah baru dengan perbaikan sarana-prasaran. Daerah mulai mengganti sistem pembuangan sampah dari sistem terbuka (open dumpling) menjadi tertutup (sanitary lanfill). Perubahan TPA sampah di banyak daerah tersebut telah sesuai UU 18/2008. Dalam jangka setahun sejak UU itu diberlakukan, daerah diwajibkan memiliki tempat pemprosesan sampah tertutup. Dan dalam lima tahun sudah harus melakukan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang terbuka.

Di daerah juga mulai timbul paradigma baru pengelolaan sampah. TPA yang dulu merupakan tempat memusnahkan sampah diubah menjadi tempat pemilahan akhir sampah dan daur ulang sampah. Bahkan, beberapa TPA mulai mengolah sampah plastik menjadi biji plastik. Pemilahan sampah juga melibatkan masyarakat. Misalnya, di Kota Surabaya yang telah memiliki 19 kelompok masyarakat (pokmas) sampai dengan akhir 2007 dan 14 pokmas di Kota Probolinggo. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Pemkot Probolinggo Gunakan Teknologi Accelerated Revolver Windrow Composting

Saat ini, hampir setiap kota di Indonesia, termasuk Kota Probolinggo, menghadapi permasalahan sampah yang cukup pelik seperti pencemaran lingkungan akibat pembakaran dan penumpukan sampah yang tidak terkendali, pembuangan sampah ke sungai sehingga berakibat banjir, sulitnya mencari lahan pembuangan sampah dan sebagainya. Dengan jumlah penduduk sekitar 183.661 jiwa, Kota Probolinggo telah menghasilkan sampah sekitar 550 meter kubik sampah per hari. Pada waktu yang bersamaan, saat ini lahan-lahan pertanian di pinggiran Kota Probolinggo sangat membutuhkan pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan tanahnya yang kian berkurang karena penggunaan pupuk kimia yang tidak seimbang. "Untuk mengatasi dua permasalahan yang harus ditangani sekaligus tersebut yaitu keterbatasan penyediaan pupuk organik bagi pertanian padi dan permasalahan persampahan, kota Probolinggo tengah menerapkan teknologi Accelerated Revolver Windrow Composting (ARWC)", demikian dikatakan Sri Wahyono, Peneliti Lingkungan BPPT (12/9).

ARWC adalah sistem fermentasi sampah organik yang dilakukan secara aerobik dengan cara ditumpuk memanjang (windrow) dan digulirkan (revolver) secara reguler sehingga berubah menjadi materi relatif stabil berupa pupuk organik kompos dalam waktu yang dipercepat (accelerated) dengan bantuan mikroba aerobik alami (native microbe). Melalui penerapan teknologi ARWC, sampah kota yang sebagian besar komposisinya (70%) adalah sampah organik fermentasi secara biologis menjadi pupuk organik yang bermutu tinggi, yakni bebas dari bibit gulma, higinis (bebas bakteri patogen) dan mengandung unsur hara yang tinggi, lanjut Sri Wahyono.

Menurut Sri Wahyono, ARWC merupakan teknologi pengomposan yang telah dikembangkan oleh Pusat Teknologi Lingkungan BPPT, yang kegiatannya didanai oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Program Difusi Teknologi Bidang Ketahanan Pangan Tahun 2008) dengan nilai sebesar 350 juta rupiah yang dikerjakan mulai Februari 2008 lalu. Ia mengungkapkan, "Sebelumnya, tanah-tanah persawahan di Probolinggo mengalami pengerasan karena penggunaan pupuk kimia. Adanya kompos hasil penerapan teknologi ARCW akhirnya dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik yang berkualitas. Selain harganya yang murah dan kompos tersebut mudah didapat karena dibuat sendiri di daerahnya. Dengan teknologi ARWC, permasalahan sampah di kota dan permasalahan penyediaan pupuk organik yang berkualitas di daerah pertanian padi diharapkan dapat terbantu. Kota menjadi bersih. Ketersedian pupuk organik terjamin, lahan persawahan padi menjadi subur. Apabila kesuburan lahan pertanian terjaga maka ketahanan pangan akan meningkat".

Sampah organik kota yang diolah tersebut berupa sisa-sisa biomassa produk pertanian yang berasal dari sentra-sentra pertanian di desa yang dikirim ke kota, seperti sayur-mayur, palawija, buah-buahan dan sebagainya. Sampah yang telah diolah menjadi pupuk organik yang diproduksi, setelah diayak dan dikemas dapat langsung dipasarkan atau digudangkan terlebih dahulu. Sasaran pengguna utama dari pupuk yang diproduksi adalah petani padi yang merupakan tulang punggung sektor pertanian di Probolinggo. Untuk saat ini, karena produksi kompos masih terbatas yaitu hanya 3 ton/minggu padahal kapasitas alat bisa mencapai 5 ton/minggu, maka pupuk organik kompos yang diproduksi tersebut tidak dipasarkan keluar wilayah Probolinggo, jadi sementara hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam rangka menjamin keberlanjutan produksi pertanian padi di daerah tersebut.

Prospek atau peluang pemasaran produk pupuk organik saat ini semakin terbuka lebar. Hal ini antara lain dipicu oleh sulit didapatkannya dan mahalnya pupuk kimia serta kesadaran akan pentingnya pupuk organik bagi kesuburan tanah pertanian yang semakin miskin hara. Menurut Sri Wahyono, para konsumen pupuk organik kompos di Kota Probolinggo adalah para petani padi dengan luas persawahan mencapai 2.156 Ha, para petani/pekebun tanaman palawija, sayur mayur, buah-buahan, tebu, jambu mete, dsb. yang luas lahannya mencapai 783 Ha, para petambak udang/bandeng untuk plankton enrichment dengan luas tambak 104 Ha, para pelaksana program rehabilitasi lahan kritis dan pembibitan tanaman keras, para retailer tananam hias yang tersebar di pinggir-pinggir jalan perkotaan dan kios-kios sarana, peralatan dan obat-obatan pertanian, para pembudidaya tanaman hias bernilai tinggi seperti aglonema, anthurium, euphorbia, anggrek, dsb dan Dinas Pertamanan dan para developer pemukiman untuk lanskaping.

Karakteristik teknologi ARWC adalah sederhana, mudah, murah dan ramah lingkungan sehingga gampang direplikasi dan dioperasikan di manapun tempatnya di Indonesia. Operasinya dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis tergantung dari situasi dan kondisinya. Prosesnya tidak berbau dan berlangsung cepat antara 4 sampai 6 minggu. Dengan perguliran yang dilakukan dapat terjamin estetika dan kemudahan prosesnya. Sedangkan produk yang dihasilkannya adalah kompos yang bermutu tinggi, yakni kompos yang bebas dari bibit gulma, higinis (bebas bakteri patogen) dan mengandung unsur hara yang tinggi. Teknologi ARWC telah teruji kehandalannya sehingga telah diaplikasikan di beberapa tempat di Indonesia dengan bahan baku yang beragam jenisnya mulai dari limbah pertanian, limbah industri, hingga sampah kota. Bahkan, teknologi tersebut telah direkomendasikan oleh KLH dan World Bank untuk diterapkan di seluruh Indonesia, ungkap Sri Wahyono. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Ibu Senima Raih Pelopor Lingkungan

Kota Probolinggo dapat satu kebanggaan dalam lomba nasional Sampoerna Kotaku Hijau 2008. Dari tiga kategori yang dilombakan pencapaiannya sementara ini masih sebatas jadi nominasi lima besar untuk kategori Taman Lingkungan. Tapi, warga Kota Probolinggo Senima berhasil meraih award sebagai Pelopor Lingkungan. Sehari-harinya, wanita yang biasa disapa Bu Ima itu memang menjadi Ketua Pokmas. Dia menggalang ibu-ibu di sekitarnya untuk mengumpulkan sampah daun-daun untuk selanjutnya dijadikan kompos. Aktivitas Bu Ima itu ternyata terpantau oleh juri Sampoerna Kotaku Hijau 2008. Hingga pada Minggu (10/8) malam Bu Ima mendapatkan award itu bersamaan dengan pengumuman dan penyerahan hadiah pemenang lomba nasional Sampoerna Kotaku Hijau 2008 di lapangan outbond TMII Jakarta.

Diketahui, tiga kategori dalam lomba nasional ini ialah hijau lingkungan, bersih lingkungan, dan taman lingkungan. Pada 18 Juni lalu, tim juri telah melakukan penilaian di Kota Probolinggo. Selanjutnya, para ketua RW yang daerahnya terpilih sebagai titik pantau, diundang langsung dalam acara Minggu malam itu untuk mengetahui langsung siapa-siapa pemenangnya. Hasilnya Kota Probolinggo cukup masuk nominasi lima besar kategori Taman Lingkungan. Ini taman lingkungan yang ada di RW VII Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih. "Kita ini bukan tidak berhasil, tapi belum berhasil dan akan berhasil. Kita wujudkan (anugerah Sampoerna Kotaku Hijau) di tahun 2009 untuk disandingkan dengan Adipura dan Adiwiyata," kata Kabag Humas dan Protokol Pemkot Probolinggo Rey Suwigtyo petang kemarin.

Menurutnya, ini baru langkah awal Kota Probolinggo dalam lomba tahunan yang dimulai sejak 2004 itu. "Jadi, Kota Probolinggo termasuk pemain baru. Tapi, pemain baru bisa dikatakan sudah mendekati keberhasilan. Untuk 2009 nanti, akan kita persiapkan lagi secara lebih maksimal," katanya. Walau belum mendapat juara untuk tiga kategori lomba, Kota Probolinggo tetap mendapat kebanggaan di ajang ini. Warga RW VII Kelurahan Sumbertaman Wonoasih itu berhasil meraih penghargaan sebagai Pelopor Lingkungan. Mantan Kepala DKLH yang kini menjabat Kepala Bappeda Budi Krisyanto menyatakan lomba ini menjadi pengalaman berharga bagi Kota Probolinggo. Ia berharap, ke depan nanti Sampoerna bisa menginformasikan lebih awal tentang kriteria.

Di luar itu, menurut Budi, para ketua RW yang ikut diundang ke Jakarta telah mendapat banyak pengalaman. "Mereka bertemu dengan RW-RW dari daerah lain. Jadi bisa berbagi informasi, berbagi pengalaman. Banyak manfaatknya, jadi tidak terlalu kecewa. Tetap semangat," kata Budi. Wali Kota Buchori yang ikut mendampingi rombongan dari Kota Probolinggo di acara itu juga tetap memberi motivasi walau belum mendapat predikat juara. "Pak wali tetap konsen memberikan dorongan, agar tidak patah semangat," kata Budi. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Keberhasilan Penghijauan Pada Lahan Marginal Melalui Kegiatan Gerhan

Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) adalah salah satu upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi yang sangat stategis bagi kepentingan nasional, sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai gerakan berskala nasional yang terencana dan terpadu, melibatkan berbagai pihak terkait, baik pemerintah, swasta dan masyarakat luas melalui suatu perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien.

Bumiku Semakin Panas
Hasil penelitian mengenai peningkatan suhu bumi disebabkan oleh efek rumah kaca. Dampak negative dari peningkatan suhu bumi adalah terjadinya perubahan iklim global, musnahnya keanekaragaman hayati meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan, topan dan banjir. Disamping itu, dapat meningkatkan frekuensi kebakaran hutan serta menyebarnya berbagai penyakit tropis. Terjadinya efek rumah kaca terutama karena pesatnya pertumbuhan industry yang menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar. Residu dan pembakaran minyak bumi menghasilkan emisi gas karbondioksida, metana dan dinitroksida yang membahayakan tatanan ekologi bumi. Upaya penanggulangan efek rumah kaca yang dapat dilakukan secara mudah melalui penanaman dan pemeliharaan pohon dalam jumlah besar. Hal ini karena pohon mampu menyerap karbondioksida, memecahnya melalui proses fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya, serta menghasilkan oksigen untuk kelangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya.

Tanggungjawab Kita Semua
Dalam merealisasikan penghijauan yang merupakan kegiatan sosial, diperlukan partisipasi masyarakat, swasta, pemerintah, pada kenyataannya partisipasi masyarakat masih rendah, sehingga diperlukan kegiatan-kegiatan yang bisa meningkatkan partisipasi masyarakat. Pemanfaatan lahan pekarangan yang kurang optimal, menjadi lahan yang produktif melalui penananam hutan rakyat, selain dapat mengurangi polusi udara juga bernilai ekonomis, upaya tersebut dilaksanakan dengan penanaman tanaman kayu produktif serta pemanfaatan lahan di bawah tegakan dengan tanaman semusim berupa Toga.
Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas yang tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pantai di kawasan Kota Probolinggo termasuk pantai yang landai, tingkat kelandaian ini menyebabkan jarak antara titik pasang tertinggi dan titik pasang terendah cukup lebar, dapat mencapai 1 – 2 km. Realitas dari tanggungjawab ini, warga Kota Probolinggo ikut berkontribusi melalui penghijauan kota yang diimplimentasikan dengan diadakan gerakan penanaman pohon baik secara individu maupun oleh beberapa elemen masyarakat serta dinas/instansi di lingkup Pemerintah Kota Probolinggo.

Penghijauan Kota Hukumnya Wajib Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga menjadi beban social, yang pada akhirnya baik pihak masyarakat maupun pemerintah yang harus menanggung akibat dan biaya pemulihannya. Guna mengurangi dampak negative dari kegiatan pembangunan tersebut, maka perlu disusun suatu perencanaan pembangunan berkelanjutan yang terpadu dan berwawasan lingkungan, yang melibatkan semua sektor (instansi) baik pemerintah daerah maupun pusat. Dalam pelaksanaan penghijauan di Kota Probolinggo dilaksanakan melalaui:

Hutan Kota
Pelaksanaan Hutan Kota di laksanakan oleh segenap warga Kota Probolinggo sejak tahun 2005 – 2007 sudah mencapai + 94,62 ha dengan jumlah 37.848 pohon, melalui beberapa bentuk gerakan penanaman pohon yang tersebar di 5 Kecamatan seluruh wilayah Kota Probolinggo, yang antara lain oleh Gerakan Pemuda Anshor Menanam, Nahdlatul Ulama Kota Probolinggo Menanam pohon, Kelompok Tani Peduli Penghijauan serta Sekolah dan Pondok Pesantren Menanam Pohon.

Hutan Rakyat
Pelaksanaan Hutan Rakyat dilaksanakan oleh warga Kota Probolinggo sejak tahun 2004 – 2007 sudah mencapai + 743,58 ha dengan jumlah 297.432 pohon melalui Kelompok Tani Pelaksana Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan). Gerakan ini umumnya memanfaatkan lahan masyarakat yang kurang optimal melalui penanaman pohon produktif yang pada saat umur tertentu, kayunya dapat bernilai ekonomi. Gerakan ini juga melibatkan dengan pihak ketiga (kemitraan) yaitu dengan PT. Kutai Timber Indonesia Tbk. dalam hal pemasaran kayu.

Hutan Mangrove
Pelaksanaan Hutan Mangrove di Kota Probolinggo mulai tahun 2007 sudah mencapai + 100 ha dengan jumlah 120.000 pohon dilaksanakan oleh Kelompok Tani Pelaksana Gerhan , masyarakat serta elemen masyarakat, seperti Siswa dan Pramuka serta Kepeloporan TNI yang peduli terhadap keseimbangan habitat pantai.

Penghijauan Lingkungan
Pelaksanaan Penghijauan Lingkungan mulai tahun 2006-2007 sudah mencapai + 53,46 ha dengan jumlah 21.385 pohon dilaksanakan oleh Dinas/Instansi, Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kota Probolinggo, Dharma Wanita Persatuan, PKK, TNI, Sekolahan, Ormas, Kelompok Tani, Pondok Pesantren dan Masyarakat yang lokasi penanamannya sebagian telah ditentukan oleh Dinas Pertanian Kota Probolinggo.

Partisipasi Masyarakat…! Pertahankan
Peran aktif masyarakat Kota Probolinggo terhadap Penghijauan di Kota Probolinggo sangat baik sekali, sehingga keikutsertaan masyarakat terhadap penghijauan di Kota Probolinggo mempunyai andil yang sangat besar. Mudah-mudahan atas kerja keras dan kerjasama antara Pemerintah Daerah Kota Probolinggo dengan elemen masyarat mempercepat terwujudnya Kota Probolinggo yang sejuk dan berkurangnya polusi udara. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Probolinggo Kota Terkotor, Itu Masa Lalu...

Keberhasilan Kota Probolinggo meraih Adipura pada 1997, disusul 2007 dan 2008 seperti telah membalik keadaan. Pada periode 1986 hingga awal-awal 1990-an, Kota Probolinggo justru terkenal dengan julukan "menyakitkan": Kota Terkotor. Predikat kota terkotor itu masih terekam kuat hingga kini di benak sebagian warga Kota Probolinggo. Simak saja perbincangan sekumpulan anak muda yang tergabung dalam blog arekprobolinggo.net. Blog ini jadi arena cuap-cuap arek-arek Probolinggo yang sebagian besar kini tinggal di daerah lain, bahkan di negara lain. Suatu saat dalam sebuah perbincangan di blog tersebut mereka membicarakan tentang kondisi kebersihan Kota Probolinggo.

Seseorang berjuluk anaskoe menulis :
Wingi pas aku moleh terakhir, aku geleng2 (kagum) pas aku tas ngelewati lampu merah ketapang sepanjang jalan mlebu kota ndhek kiri dalan ono taman sing terawat, anyar kethok e, yen jare Ibuk ke iku sing ngawe para instansi n sekolahan. OK juga ne gebrakannya pak Wali, padahal aku mbiyen ga percoyo mbok mosok tukang becak dipilih dadi mimpin Kota... ternyata, bener yo yen dipimpin karo arek lokal rasa kepemilikinnya gedhe, aku iso ndhelok perubahan ne probolinggo saiki... Mbalek nang taman pinggir dalan, aku mikir e waktu iku iki pasti anget2 telek petek seneng mbangun trus males ngerawat e...Eit ternyata tuduhan ku salah sesok e pas aku mlaku2 kate ngolek ketan aku ndhelok onok mobil pemadam sing nyirami taman ndhek alon2 hehehehee... kisinan n kagum! Teruskan Pak Wali kiprah ne sampean mbangun probolinggo, ben ga cuman bromo sing dikenal teko monco negoro tapi probolinggo ne pisan... (Kemarin ketika aku terakhir pulang, aku geleng-geleng kagum saat melintasi lampu merah Ketapang. Sepanjang jalan masuk kota di sisi kiri jalan ada taman yang terawat. Baru rupanya. Kata ibuku, itu dibikin instansi-instansi dan sekolahan. OK juga gebrakannya Pak Wali. Padahal aku dulu nggak percaya, masak tukang becak dipilih mimpin kota. Ternyata benar ya kalau dipimpin arek lokal, rasa kepemilikannya besar. Aku bisa melihat perubahannya Probolinggo sekarang... Kembali ke taman pinggir jalan, aku piki waktu itu pasti ini hangat-hangat tahi ayam, senang membangun terus malas merawat. Eit, ternyata tuduhanku salah. Esoknya waktu aku jalan-jalan hendak mencari ketan, aku lihat ada mobil pemadam yang nyirami taman di alun-alun. He he he...malu dan kagum! Teruskan Pak Wali kiprahnya membangun Probolinggo. Supaya tidak cuma Bromo yang dikenal sampai ke mancanegara, tapi Probolinggo-nya juga...)

Selanjutnya, seseorang berjuluk oka ikut nimbrung. Dia menulis:
Yo wis mugo2 ae cak, probolinggo terusan dipimpin ambe pemimpin sing amanah. Saiki iku sing susah kan nyekel amanah iku.. bener jare sampeyan, sak umur uripku sing jenenge taman iku pasti anget2 telek petek, gak tau awet. Biasane yo cuma digawe pas ono acara opo,kunjungane sopo.. Yen acara n kunjungane rampung, yo wis buyar pisan tamane... (Ya mudah-mudahan saja Cak, Probolinggo terus dipimpin oleh pemimpin yang amanah. Sekarang itu yang susah kan memegang amanah. Benar kata sampeyan. Seumur hidupku yang namanya taman itu pasti hangat-hangat tahi ayam. Tidak pernah awet. Biasanya cuma dibuat ketika ada acara apa begitu, ada kunjungan siapa begitu. Kalau acara kunjungannya selesai, tamannya juga bubar.)

Berikutnya, seorang berjuluk andriku menimpali:
Ha ha ha..ono sing iso upload fotone ga? Aq pingin nontok fotone jaran...mmmmm kuda....nang taman arep mlebu Probolinggo iku (aq ga ngerti dinas endi, tp koyokane apik..).Karo ono sing lucu..patung e nyamuk, sik ono ga nyamuk e? tolong yen ono sing iso upload di gowo nang AP yo..aq pingin nonton (Ha ha ha...ada yang bisa upload fotonya nggak? Aku ingin lihat foto kuda di taman jelang masuk Probolinggo. Aku nggak ngerti dinas mana, tapi kelihatannya bagus. Dan yang lucu patung nyamuk. Masih ada nggak ya nyamuknya. Tolong kalau ada yang bisa upload dibawa ke AP ya, aku pingin lihat...)

Lalu, yang berjuluk inoex135 membenarkan:
Yup probolinggo emang tambah keren cak... aku salut banget keadaane tambah resik n pemandangane penak banget dilihat...(Yup, Probolinggo memang tambah keren, Cak. Aku salut sekali. Keadannya semakin bersih dan pemandangannya sangat enak dilihat.)

Terakhir, yang berjuluk luci menggumam:
He he...jaman th 90 an probolinggo terkenal sebagai "shit town" itu jarene wong wong jogja sing mandu turis turis lho, waduh aku dadi ngenes. mugo mugo ae rek probolinggo berubah citra, trus ndek jaman kuliah poltek malang, biyen aku dipoyoki lek prob kena anugrah kota terkotor, ngenes maneh aku. (He he...Zaman tahun 90-an Probolinggo terkenal sebagai "shit town". Itu kata orang-orang Jogja yang memandu turis lho. Waduh aku jadi prihatin. Semoga saja Rek, Probolinggo berubah citra. Terus waktu zaman kuliah di Poltek Malang dulu aku digojloki bahwa Probolinggo dapat anugerah kota terkotor, prihatin lagi aku.)

Probolinggo mendapat predikat Kota Terkotor memang fakta. Predikat itu diberikan pada 1986 lalu. Pada saat kota ini dipimpin Wali Kota Latief Anwar. Sang wali kota tentu juga tak menginginkan predikat itu. Maka dalam ceritanya, begitu dapat predikat tersebut, semua yang bertanggung jawab terhadap kebersihan kota saat itu langsung diamuk habis-habisan oleh wali kota. Namun, itu cerita masa lalu. Kota Probolinggo terus berbenah. Pada 1997, kota ini sudah membalik keadaan. Ditandai dengan keberhasilan meraih piala Adipura. Tapi, rasa kepemilikan terhadap kebersihan, hijau dan indahnya kota belum menyebar rata. Bau pesing terminal Bayuangga masih terkenal.

Memasuki era 2000-an, pemerintah kota ini setel kenceng melakukan gerakan-gerakan kebersihan. Melalui Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH), pemerintah kota mengajak seluruh komponen warganya membenahi kebersihan lingkungan. Setelah sempat macet karena peralihan kekuasaan, pada 2006 program Adipura kembali digeber. Saat itu Adipura digelar bak lomba semata. Kota/kabupaten yang ingin dapat Adipura ya harus mendaftar. Tapi mulai 2008, Adipura bukan lagi sekedar lomba, melainkan kewajiban. "Daftar nggak daftar, semua kota/kabupaten di Indonesia pasti dinilai untuk program Adipura," kata Rey Suwigtyo, Kabid Kemitraan dan Diseminasi DKLH.

Hasil kerja keras pemerintah dan semua komponen masyarakat di Kota Probolinggo mulai menunjukkan hasil. Pada 2006 Kota Probolinggo ibarat sudah ancik-ancik di ajang Adipura. Kota ini meraih poin total 67,09. Adipura belum didapat. Kota ini semakin terpacu. Alokasi anggaran untuk program kebersihan digenjot. Program kebersihan dengan melibatkan semua komponen masyarakat semakin intens digelar. Mulai dari bikin taman di tepi jalan -yang sampai bikin arek-arek dalam komunitas blog arekprobolinggo.net terkesima-, melombakan taman di lingkungan RW, meminiaturkan lomba Adipura untuk tingkat kelurahan, mengajak masyarakat ramai-ramai melakukan penghijauan, bersih-bersih saluran air, dan seterusnya.

Akhirnya, pada 2007, Kota Probolinggo berhasil meraih piala Adipura. Penilaian didasarkan pada kondisi fisik dan non fisik. Pada tahun itu, peraih Adipura harus bisa mengumpulkan poin minimal 71. Sedangkan Kota Probolinggo berhasil mengumpulkan poin akhir 73,44. Keberhasilan itu masih ditambah dengan sukses SMAN 2 Kota Probolinggo meraih piagam Adiwiyata. Ini penghargaan nasional untuk sekolah yang memiliki budaya dan kepedulian lingkungan. Dan 2008 ini, Kota Probolinggo berhasil meraih lagi piala Adipura. Tahun ini peraih Adipura harus mengumpulkan poin minimal 73. Sedangkan Kota Probolinggo dari tiga tahap penilaian (penilaian 1, penilaian 2, dan verifikasi) berhasil meraih poin akhir 74,71.

Dengan raihan nilai tersebut, tahun ini Kota Probolinggo bertengger di posisi ke 8 di antara kota/kabupaten se-Jawa yang meraih Adipura untuk kategori Kota Sedang. Sedangkan di antara kota/kabupaten se-Indonesia peraih Adipura untuk Kota Sedang, Kota Probolinggo berada di posisi ke-13. Di saat bencana alam belakangan kerap menimpa negeri ini -yang di antaranya disebabkan perusakan alam oleh manusia- keberhasilan meraih penghargaan Adipura menjadi prestise tersendiri. Penghargaan ini menjadi ganjaran sekaligus pengingat bahwa masalah kebersihan, masalah lingkungan kini harus semakin serius ditangani. Sebab, semakin lingkungan tak diurus, bahkan dirusak, semakin besar bahaya mengancam di masa depan.

Tapi, kegembiraan meraih Adipura tidak boleh melenakan. Masalah lingkungan tidak boleh jadi satu-satunya hal yang diurusi serius oleh kota ini. Sekretaris DPC PKB Kota Probolinggo yang baru jadi anggota dewan, Abdullah Zabut, mengingatkan hal itu."Warga Kota Probolinggo harus sehat secara dhohir dan batin. Lingkungan bersih harus diimbangi dengan hidup sejahtera. Bagaimana kondisi ekonomi masyarakat bisa meningkat, itu juga harus diseriusi," katanya. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

SMAN 2 Dan SMKN 1 Kota Probolinggo Berjaya Dalam Lomba Adiwiyata Nasional

Bagi SMAN 2, tahun ini merupakan keberhasilan kali kedua meraih penghargaan Adiwiyata. Sebab itu, SMAN 2 berhak atas piagam dan piala Adiwiyata yang diserahkan di Istana Negara Jakarta, tepat di momen hari lingkungan hidup, 5 Juni lalu. Sedangkan SMKN 1 baru tahun ini mendapat piagam Adiwiyata.Dua piagam Adiwiyata yang berhasil diraih kini terpajang di dinding ruangan Kepala Sekolah SMAN 2 Suradji Chabir. Piagam pertama ditandatangani Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Drs Sudariyono, dan Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Dr Suyanto, Ph.D. Sedangkan piagam yang diraih tahun ini ditandatangani oleh Meneg Lingkungan Hidup Ir Rachmat Witoelar dan Menteri Pendidikan Nasional Prof Dr Bambang Sudibyo, MBA.

Di samping dua piagam tersebut, terpajang juga foto-foto Suradji dan guru pembina program Adiwiyata Endang Sulistyowati, bersama Presiden RI Susilo Bambang Yudhyono. Itu foto saat keduanya menerima piagam calon sekolah Adiwiyata tahun lalu dan foto saat menerima piala Adiwiyata tahun ini. Bangga, Tentu saja perasaan ini dimiliki seluruh warga SMAN 2. Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada sekolah-sekolah yang memiliki kepedulian dan budaya lingkungan. "Pada tahun kedua ini, kami memang lebih siap mengikuti lomba Adiwiyata ini. Berbeda dengan tahun pertama," tutur Chabir didampingi Agus, salah satu guru SMAN 2 saat ditemui dua hari lalu.

Dengan prestasi ini, SMAN 2 bahkan semakin yakin untuk menularkan wawasan mereka tentang Adiwiyata pada sekolah lain. Dengan demikian, sekolah lain akan terpacu untuk mengiku program nasional ini. "Kami siap menerima studi banding dari sekolah manapun," tutur Chabir. Sampai kini, baru dua sekolah di kota yang mau melakukan studi banding soal Adiwiyata ke SMAN 2. Keduanya yaitu, SMKN 1 dan SMAN 3. Sementara sekolah lain belum ada. Khususnya yang datang lengkap, murid, guru dan kepala sekolah.Justru beberapa sekolah dari kabupaten sudah datang. Di antaranya, SMA Taruna Leces, SMAN Dringu, SMPN 1 Dringu, SMPN Sumberasih, SMP Bhakti Pertiwi dan SMA Tunas Luhur, Paiton.

Kondisi ini sempat membuat Chabir berpikir. Apa gerangan yang membuat sekolah di kota tidak mau melakukan studi banding ke SMAN 2? Padahal, Dinas Pendidikan kota menganjurkan sekolah-sekolah untuk studi banding soal Adiwiyata ke SMAN 2. Selain itu, sekolah ini juga tengah menyiapkan beragam program untuk mengikuti lomba Adiwiyata 2009. Tentu saja program tersebut harus berbeda dengan program dua tahun sebelumnya. Sementara program dua tahun yang lalu, harus tetap dilaksanakan. Jika berhasil mempertahankan prestasi pada tahun 2009 dan 2010, maka SMAN 2 akan mendapat piala Adiwiyata mandiri pada 2010.

Sebuah perjuangan yang tidak mudah memang. Namun, SMAN 2 seolah siap menghadapi perjuangan itu. Salah satu buktinya yaitu, kini sekolah ini semakin fokus pada perubahan perilaku siswanya. Caranya, membentuk tim Adiwiyata untuk kelas X. Sebelumnya, tim Adiwiyata hanya dibentuk untuk kelas XI dan XII. Pembentukan tim ini diharapkan dapat mempercepat transfer perilaku yang peduli dan berbudaya lingkungan pada siswa kelas X. Artinya, perubahan perilaku cepat terlihat pada siswa baru itu. Bagi SMAN 2, perubahan perilaku tetap menjadi prioritas dalam program ini. "Mereka kan berasal dari beragam SMP dan latar belakang. Jadi, butuh energi dan waktu untuk mengubah perilaku mereka," terang Chabir.

Selain itu, disiapkan program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sebenarnya sudah ada program serupa di SMAN 2. Kini, program tersebut akan dikembangkan melalui pembuatan kompos bersama warga sekitar. Tidak tanggung-tanggung, SMAN 2 berencana membeli mesin pembuat kompos dengan skala kecil. Harapannya, program ini membantu pengelolaan sampah dari warga sekitar. Lalu bagaimana dengan SMKN 1 setelah menerima penghargaan sebagai sekolah calon Adiwiyata? Kepala Sekolah SMKN 1 Dwi Sumedi Noto Projo terlihat sibuk mengawasi kegiatan bersih-bersih di halaman depan sekolah itu.

Begitu Radar Bromo datang, Sumedi pun menggambarkan penerapan program Adiwiyata di sekolahnya. Dia lantas berkeliling ke lokasi sekolah bersama Radar Bromo. Ada pot bunga yang dijejer di sebuah papan yang dibuat bersusun. Pot-pot itu ditempatkan di depan hampir semua ruang kelas. Sementara di pojok-pojok sekolah, ada tiga tempat sampah sekaligus. Ada tempat sampah organik, tempat sampah kertas dan tempat sampah plastik. Di depan tiga tempat sampah ini, ada komposter untuk mengelola sampah organik menjadi kompos.

Saat berkeliling dengan Radar Bromo, Sumedi sempat melihat sampah kertas di lantai sekolah. Dia lantas memungutnya dan memasukkannya ke tempat sampah kertas. Saat menunjukkan komposter pada Radar Bromo, dia menemukan tutup botol dari plastik di dalamnya. Sumedi pun memungutnya dan memasukkan ke tempat sampah untuk plastik. Bukan sekedar perilaku, inilah salah satu cara yang ditempuh Sumedi untuk mengubah perilaku warga SMKN 1. Bukan melalui paksaan atau instruksi, melainkan dengan cara memberi contoh.

Dengan contoh tersebut, diharapkan nurani semua warga sekolah tersentuh dan tergerak untuk meniru. Karena intruksi atau paksaan pada perilaku dinilainya hanya akan bertaha sebentar. Selanjutnya, akan luntur dengan sendirinya. "Jadi walau sudah menerima penghargaan, bagi kami perilaku tetap tidak bisa dipaksakan. Karena itu, kami tetap berusaha menjadi contoh bagi warga sekolah ini," terang Sumedi. Cara ini bahkan sudah diterapkannya sebelum mengikuti lomba Adiwiyata. Kini, sikap itu tetap dipilih oleh Sumedi untuk mengubah perilaku siswa menjadi sadar lingkungan. "Jika ingin berhasil, ya harus diawali oleh kita-kita sendiri," katanya.

Sementara untuk mengikuti lomba Adiwiyata tahun berikutnya, SMKN 1 hanya berupaya untuk mengoptimalkan apa yang sudah dilakukan selama ini. Diantaranya, penghijauan bersama masyarakat dan bersih-bersih lingkungan oleh siswa. Cara ini memberikan tantangan tersendiri, karena tidak semua warga sadar dan mau ikut serta. Bahkan saat siswa bersih-bersih, ada saja warga yang malah membuat kotoran atau sampah lagi. "Memang di sinilah tantangannya saat terjun di tengah-tengah masyarakat dan melakukan kegiatan lingkungan. Tidak semua orang langsung peduli. Ini yang dipahami siswa," tegasnya. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Disambut 20 Ribu Orang, Piala Adipura Dan Adiwiyata Dikirab

Sekitar 20 ribu orang bakal menyambut kedatangan piala Adipura dan Adiwiyata yang berhasil diraih Kota Probolinggo, Jumat (6/6) sekitar pukul 06.00 di lapangan Pilang, Jl Brantas Kota Probolinggo. Selanjutnya, dengan berjalan kaki, mereka akan membawa piala tersebut ke kantor pemkot. Tahun ini, Kota Probolinggo dipastikan kembali menerima Adipura. Tak cuma Adipura, dua sekolah di Kota Seribu Taman ini juga berhasil meraih Adiwiyata, penghargaan untuk sekolah yang berbudaya lingkungan. Tahun ini Adiwiyata berhasil diraih SMAN 2 (kedua kali), dan SMKN 1 (menerima piagam Adiwiyata). Dijadwalkan, hari ini pukul 10.00, piala Adipura diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara Jakarta. Dan Wali Kota Probolinggo Buchori menjadi salah satu penerimanya. Sedangkan piagam Adiwiyata bakal diterima dari menteri Lingkungan Hidup. Dan besok, piala Adipura dan penghargaan Adiwiyata sudah berada di Probolinggo. Menurut Rey Suwigtyo, kabid Kemitraan dan Desiminasi DKLH, setelah dari lapangan Pilang, Jl Brantas, piala Adipura dan Adiwiyata akan dibawa menggunakan mobil melewati jalur Jl Soekarno Hatta, Jl Panglima Sudirman, dan berakhir di kantor pemkot Probolinggo Jl Panglima Sudirman. "Pialanya pakai mobil, yang mengiringi berjalan kaki," kata Tyok, panggilan akrabnya, kemarin.

Dalam pawai tersebut, sebagai pesertanya adalah perwakilan muspida, DPRD kota, pegawai pemkot, pelajar SLTA se kota, pengusaha, LSM, ormas, dewan kesenian, TNI dan Polri, dan masyarakat umum. Perjalanan menuju kantor pemkot akan dimeriahkan drum band atau horsik pemkot Probolinggo, pasukan merah putih dari karyawan DKLH, ogoh-ogoh replika piala Adipura dan Adiwiyata, dan reog ponorogo. Agar berlangsung tertib, kata Tyok, ada beberapa tata tertib yang harus dipatuhi peserta pawai. Antara lain, menggunakan setengah ruas jalan, mengenakan pakaian olahraga atau yang pantas dan sopan, menggunakan yel-yel yang santun, dan berjalan sesuai rute yang telal ditetapkan. "Peserta dilarang naik sepeda motor dan mobil," tegasnya.

Di kantor pemkot, piala tersebut akan diterima kembali oleh Wali Kota Buchori. Selanjutnya, diserahkan kepada Ketua DPRD kota H Kusnan. "Untuk sementara, piala tersebut ditaruh di kantor pemkot, sebelum dikirab keliling kota," jelasnya. Siang harinya, sekitar pukul 14.00, piala Adipura dan Adiwiyata akan dikirab keliling kota. Kali ini, sebanyak 5.000 orang akan mengikuti kirab menggunakan sepeda pancal. Termasuk di dalamnya, guru SD, SLTP, SMA se kota Probolinggo, klub sepeda santai, dan klub sepak bola se kota. Rutenya, piala Adipura dan Adiwiyata akan dibawa dari kantor wali kota Probolinggo, kemudian melewati Jl Panglima Sudirman, Jl Dr Soetomo, Jl Basuki Rahmad, Jl Gatot Subroto, kemudian kembali lagi ke Jl Panglima Sudirman.

Kirab dilanjutkan ke Jl Cokroaminoto, Jl Bengawan Solo, Jl Brantas, Jl Soekarno Hatta, Jl Panjaitan, Jl Dr Saleh, dan finis kembali di kantor wali kota Probolinggo. Susunan pesertanya, di bagian paling depan ada kendaraan pemandu. Di belaknga, kendaraan Adipura dan Adiwiyata, Muspida dan DPRD kota, klub sepeda santai, pegawai pemkot, guru SD-SLTA se kota, LSM, Ormas, pelajar SLTA se kota, dan masyarakat. Tyok berharap, kepada peserta kirab untuk tidak mengganggu pengguna jalan lainya. Untuk itu, kirab akan menggunakan setengah badan jalan. "Sepeda berjajar maksimal tiga sepeda dan tidak diperkenankan menggunakan sound system kecuali panitia," katanya. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Raih Adipura Lagi, Mulai Siapkan Acara Penyambutan

Warga Kota Probolinggo boleh bangga. Kota Mangga ini dipastikan kembali meraih penghargaan nasional dalam bidang lingkungan, Adipura. Radar Bromo memperoleh informasi bahwa Wali Kota Buchori diminta hadir di Istana Jakarta pada Kamis (5/6) untuk menerima langsung penghargaan Adipura 2008 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Untuk acara itu tidak boleh diwakilkan. Kabar tersebut langsung direspons. Kemarin Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) sudah mulai membahas persiapan acara penyambutan kedatangan piala Adipura di Kota Probolinggo, Jumat (6/6). "Ini masih pembahasan awal. Selanjutnya akan dimatangkan dalam rapat koordinasi gabungan dengan Dishub, Satpol PP, dan Polresta," kata Kepala DKLH Budi Krisyanto.

Namun, untuk sementara sudah tergambar bahwa acara penyambutan itu bakal meriah. Jumat sekitar pukul 07.00 Wali Kota sudah tiba di Kota Probolinggo dengan membawa piala Adipura. Begitu tiba, Wali Kota bakal disambut di lapangan Jl Brantas. Selanjutnya, piala Adipura akan diarak oleh rombongan pejalan kaki dari lapangan Jl Brantas menuju kantor pemkot di Jl Panglima Sudirman. Selesai salat Jumat, piala Adipura akan diarak keliling kota oleh rombongan konvoi bersepeda pancal. Dalam pembahasan sementara ini rute konvoi bergerak dari kantor pemkot menuju kawasan alun-alun kota di Jl A. Yani melalui Jl Dr Soetomo, terus ke Jl Gatot Subroto - Jl Panglima Sudirman - Jl Pahlawan - Jl Cokroaminoto - Jl Bengawan Solo - Jl Soekarno Hatta - Jl Anggrek - Jl Ikan Hiu - Jl Dr Saleh dan kembali ke kantor pemkot.

Bolehkah warga ikut serta mengarak piala Adipura, baik yang jalan kaki dari lapangan Brantas maupun konvoi bersepeda? "Boleh saja," tegas Budi Krisyanto. Kabid Kemitraan dan Diseminasi DKLH Rey Suwigtyo menambahkan, ada pesan khusus mengapa sampai ada konvoi bersepeda segala. Konvoi bersepeda itu merupakan kampanye hemat energi sekaligus kampanye menyelamatkan lingkungan. "Ini sekaligus untuk menindaklanjuti konferensi dunia tentang global warming, di Bali," ujarnya. Dan aktivitas bersepeda ini dalam waktu dekat bakal jadi keharusan bagi para seluruh karyawan dan pejabat pemkot. Selanjutnya, dalam sepekan sekali, karyawan dan pejabat pemkot akan diwajibkan pergi-pulang kantor menggunakan sepeda pancal (bike to work). "Jadi, acara konvoi sepeda ini akan jadi soft opening-nya," kata Rey Suwigto. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Identifikasi Permasalah Lingkungan di Tingkat RW

Menyusul gelaran lomba Gerakan Kotaku Hijau 200 tingkat nasional, Selasa, 27 Mei pukul 19.00, bakal digeber acara Rembug Kampung membahas masalah lingkungan di Kota Probolinggo. Menjelang pelaksanaan acara itu, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) mulai mengidentifikasi masalah di RW-RW yang akan dinilai dalam lomba tersebut.

Rey Suwigtyo, kabid Kemitraan dan Desiminasi DKLH menjelaskan, tim tersebut akan menyerap semua permasalahan yang ada di masing-masing RW. "Tadi (kemarin), sudah dirapatkan. Kami sepakat, untuk menurunkan tim sebelum pelaksanaan Rembug Kampung," jelas Tyok, panggilan akrabnya, saat ditemui Radar Bromo, di sela-sela menunggu tamu dari Kota Batu di rest area TPA. Dari hasil identifikasi masalah tersebut, hasilnya akan disampaikan saat Rembug Kampung. Harapannya, seluruh peserta Rembug Kampung urun rembug mencarikan solusinya. "Bukan hanya pemerintah, tapi peran serta masyarakat juga penting dalam memecahkan masalah lingkungan," jelasnya.

Dalam acara Rembug Kampung tersebut, akan diikuti oleh perwakilan masing-masing RW -termasuk RT-nya, yang ikut lomba. Hadir juga Wali Kota HM Buchori bersama instansi terkait, camat, lurah -yang RW-nya ikut lomba, perwakilan PKK, Taruna Hijau, dan tokoh masyarakat. Diperkirakan jumlahnya sebanyak 100 orang.Perlu diketahui, Kota Probolinggo merupakan salah satu kota yang akan dinilai dalam lomba Gerakan Kotaku Hijau 2008 tingkat nasional. Kota Probolinggo akan dinilai secara serentak bersama 12 area lainnya di Pulau Jawa.

Ada tiga kategori yang akan dinilai dalam lomba tersebut. Antara lain, taman lingkungan/kota, hijau lingkungan, dan bersih lingkungan. Namun, tidak semua kategori diikuti oleh masing-masing kota. Biasa hanya satu kategori, dua kategori, atau tiga-tiganya. Di Kota Probolinggo, ada enam RW yang akan dinilai. Yakni, RW 4 Kelurahan Sukabumi dan RW Kelurahan Ketapang untuk penilaian bersih lingkungan, RW 7 & 8 Kelurahan Sumbertaman untuk penilaian taman lingkungan; serta RW 1 Kelurahan Kademangan dan RW Kelurahan Pilang untuk penilaian hijau lingkungan.

Masing-masing RW tersebut akan dijuri tanggal 18-19 Juni mendatang. Sebagai ketua tim jurinya adalah Prof Dr Hadi Susilo Arifin, Chairman of Landscape Architecture Department, Fakultas Pertanian IPB Bogor. Dia akan didampingi 10 juri lain, dengan 5 orang cadangan. Mereka berasal dari akademisi (perguruan tinggi), LSM lingkungan, pemerintahan (LH, Dinas Taman) dan media. Senin, 19 Mei lalu, tim juri sudah membahas detail kriteria yang akan dijadikan standar penilaian di masing-masing area. Dalam penilaian tersebut, akan lebih fokus di RT/RW, area yang tidak terlalu luas, tetapi bisa menjadi spirit dan magnit bagi warga kota. "Kami sudah menyamakan persepsi dulu, agar penilaiannya nanti menjadi lebih objektif," kata Prof Dr Hadi Susilo, saat di Semarang.

Ke-10 tim juri itu adalah Prof Dr Hadi Susilo Arifin (Pakar Landscape Management, IPB Bogor), Prof Dr Budi Widianarko (Pakar Lingkungan UNIKA Soegijapranata Semarang), Fitradjaya (LSM-Surabaya), Rudy Ardiato (LSM Tanam Untuk Kehidupan Salatiga), Aris Haryadi (LH Kabupaten Purworejo), Sudjadi (Dinas Pertamanan & Pemakaman Kota Semarang), Ir Dwi Handoko (LH Kota Madiun Jatim), Ikhwanudin (Radar Jogja), Iskandar (Radar Semarang) dan Bejan Syahidan (Meteor). Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Perlu Gencarkan Lagi ABBL

Lomba Adipura Bestari antarkelurahan se-Kota Probolinggo 2008 digelar. Selama beberapa hari lalu, tim juri telah melakukan penilaian tahap pertama. Pada penilaian tahap pertama ini tim juri mengeluarkan kesimpulan umum, gerakan ABBL (Ayo Bersih-Bersih Lingkungan) perlu digencarkan lagi. Ketua tim juri HM Eko Wahyono menyatakan kesimpulan tersebut siang kemarin usai melakukan penjurian. "Setiap kelurahan perlu menggencarkan lagi gerakan ABBL secara rutin, sehingga lingkungan bisa bersih, sehat dan indah," katanya.Kesimpulan berikutnya, dia menyatakan perlunya penghijauan di ruas-ruas jalan. Sehingga, setiap ruang bisa menjadi ruang hijau. Sementara, ada beberapa catatan khusus per titik pantau. Anggota tim juri Yeny Ira Susanti menyatakan untuk titik pantau taman kondisi umumnya mengalami penurunan. "Kurang perawatan," katanya.

Lain itu, ada catatan bahwa di kelurahan-kelurahan di wilayah selatan banyak lahan yang bisa dimanfaatkan jadi taman. Tapi, lahan-lahan itu tidak dimanfaatkan. Untuk titik pantau pertokoan, menurut Yeny, masalahnya masih klasik. "Banyak ditemui pertokoan yang tidak memiliki bak sampah. Ini terjadi bahkan di perkotaan," katanya. Untuk titik pantau perkantoran, anggota tim juri Dian Febrianingrum memberi catatan soal tata administrasi. Menurutnya, di sebagian besar kantor kelurahan sistem administrasinya tidak tertata dengan baik. Setiap ganti perangkat, administrasinya kacau.

Saat penjurian kerap didapati perangkat yang tidak tahu menahu arsip-arsip surat. "Alasannya, perangkatnya masih baru. Kalau sistem administrasinya tertib, tidak perlu terjadi hal seperti itu," ujarnya. Catatan lain, menurutnya, di kelurahan-kelurahan belum sadar pentingnya foto dokumentasi kegiatan. Padahal, itu penting sebagai, salah satunya, bukti otentik bahwa kelurahan-kelurahan memang telah berbuat.

Untuk titik pantau perumahan, menurut ketu tim juri HM Eko Wahyono, secara umum tiada bedanya dengan tahun lalu. Semestinya kelurahan-kelurahan menunjuk titik pantau baru. "Agar terjadi pemerataan pembenahan lingkungan," katanya. Selain itu, masih terdapat beberapa kelurahan yang belum bisa menjabarkan maksud titik pantau perumahan. Yang terjadi, ada yang masih menonjolkan rumah warga. "Padahal, yang dimaksud titik pantau perumahan ya lingkungan pemukiman, bukan rumah orang per orang," kata Eko.

Catatan lainnya, di umumnya perumahan-perumahan yang jadi titik pantau, masih banyak ditemukan kurangnya sebaran bak sampah. Sebagian besar rumah belum ada bak sampahnya. Di beberapa perumahan, masih banyak ditemukan juga drainase yang mati. "Kalau tidak jadi tempat sampah, ya tertimbun tanah," kata Eko. Lalu, di lingkungan perumahan-perumahan baru, umumnya belum nampak adanya upaya penghijauan. "Jadi, perumahan-perumahan baru selalu nampak kering dan panas," tambahnya.

Untuk titik pantau sungai, masih juga banyak ditemukan jadi tempat pembuangan sampah. Di beberapa kawasan, sungai bahkan masih saja dijadikan tempat buang hajat. "Sehingga, masih banyak itu gedhek-gedhek MCK di atas sungai," kata Eko. Soal titik pantau pasar, menurut Eko, pada umumnya terlihat ada peningkatan dibanding tahun lalu. Sudah terlihat ada usaha dari pedagang untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempatnya berjualan.

Sehingga itu memudahkan petugas kebersihan dalam mengangkut sampah. "Hanya, masalahnya pasar-pasar desa rata-rata belum memiliki TPS. Dan belum tampak usaha untuk memanfaatkan sampah, misalnya, menjadi kompos," terang Eko. Titik pantau sekolah dan puskesmas, relatif tidak terlihat ada perubahan signifikan. Kecuali sekolah atau puskesmas yang mengalami perbaikan gedung. Di beberapa puskesmas pembantu (pustu), masih ditemukan tidak memiliki tempat sampah di ruang tunggu. Limbah medis dan nonmedis belum dipisah. Ada juga puskesmas yang bangunannya bagus, tapi kamar mandinya kurang bersih.

Bahkan ada juga pustu di wilayah selatan yang diperlakukan seenaknya saja. Dalam penjurian kemarin tim mendapati satu pustu yang pagar depan dan sampingnya penuh dengan jemuran. Dari handuk sampai celana dalam. Wah, seperti kos-kosan saja. Ketua tim juri Eko Wahyono sampai tidak betah, dan akhirnya menegur staf pustu tersebut. Setelah ditegur, baru jemuran-jemuran itu diringkesi. Eko Wahyono berharap, pada penilaian tahap kedua nanti akan terjadi perubahan signifikan di setiap kelurahan. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Pengelolaan Kawasan Pesisir, Sebuah Misi Penyelamatan Bumi

Potensi dan Fakta Kelautan Kota Probolinggo
Secara geografis, Wilayah Kota Probolinggo di sebelah utara berbatasan langsung dengan laut yaitu Selat Madura, oleh karenanya sebagian penduduknya beraktifitas dan berdomisili di dekat pantai atau di kawasan pesisir. Panjang pantai wilayah Kota Probolinggo adalah sekitar 7 Km dengan berbagai aktivitas masyarakat di dalamnya. Secara umum masyarakat di kawasan pesisir Kota Probolinggo, mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan, pembudidaya ikan di tambak, serta pengolah ikan. Derap langkah kehidupan masyarakat pesisir Kota Probolinggo pada kurun waktu akhir-akhir ini semakin berkembang. Perkembangan tersebut bukan tanpa alasan seiring berkembangnya kegiatan perekonomian dan pembangunan di wilayah tersebut. Namun demikian bukan berarti perkembangan tersebut sama sekali tidak menimbulkan dampak, baik yang negatif maupun yang positif. Kita akan tersenyum terhadap ekses yang positif, namun kita perlu khawatir terhadap dampak negatif yang kelak ditimbulkan.
Strategisnya wilayah pesisir dan laut bagi perputaran roda perekonomian serta ditunjang oleh tingginya keanekaragaman hayati, menjadikan daerah ini merupakan tempat segala macam kegiatan manusia. Pemukiman, pabrik berbagai macam jenis, pelabuhan, supermarket, jalan raya tumpah ruah di area pesisir. Tidak hanya di darat, di laut kita jumpai pula berbagai aktivitas, seperti perikanan, pengeboran minyak dan gas bumi, pelayaran baik untuk olah raga, rekreasi maupun untuk niaga.
Perkembangan wilayah pesisir Kota Probolinggo amat ditunjang oleh sarana transportasi baik darat maupun laut. Pelabuhan Tanjung Tembaga merupakan pelabuhan niaga peninggalan jaman penjajahan Belanda. Hal itu terlihat dari berbagai bentuk bangunan di dalam pelabuhan dan bentuk dermaga yang amat memadai sebagai tempat berlabuhnya perahu dan kapal. Baik kapal niaga maupun kapal perikanan. Pembangunan Jalan Lingkar Utara juga merupakan pemicu dan pemacu derap perkembangan perekonomian di kawasan tersebut. Terutama untuk sepanjang kawasan yang dilintasi oleh Jaln Lingkar Utara tersebut yang terbentang sepanjang Kelurahan Pilang, Sukabumi, Mayangan dan Mangunharjo.

Ketika Ancaman Tiba
Intensitas pembangunan yang tinggi, ternyata memberikan dampak dan tekanan yang besar terhadap kelestarian sumber daya pesisir dan laut. Kegiatan perikanan destruktif seperti penggunaan bahan peledak, racun sianida, penambangan karang, dan penebangan mangrove untuk pengalihan lahan pesisir merusak ekosistem pesisir dan laut, seperti ekosistem mangrove dan terumbu karang. Jika pun tidak melakukan penebangan namun adanya reklamasi terhadap pantai tentu akan sedikit banyak merubah kondisi lingkungan pantai. Memang tidak semua aktivitas perusakan lingkungan seperti yang digambarkan di atas terjadi di kawasan pesisir Kota Probolinggo. Namun masyarakat dan tentu saja pemerintah harus tetap waspada.
Pembangunan dan rencana operasionalisasi Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan sebagai pusat industri dan perdagangan perikanan akan mempengaruhi kondisi lingkungan di sekitar kawasan tersebut. Kemudahan akses di kawasan pesisir Kota Probolinggo melalui pembangunan Jalan Lingkar Utara diperkirakan akan semakin memperpadat kehidupan perindustrian di kawasan tersebut. Belum lagi rencana rehabilitasi Pelabuhan Niaga Tanjung Tembaga tentu juga akan memberikan sumbangan lain terhadap degradasi lingkungan.
Beberapa scenario degradasi lingkungan dimulai dari beberapa hal yang amat mungkin terjadi di kawasan pesisir Kota Probolinggo. Pertama, penumpukan sampah industri dan rumah tangga di sekitar pantai. Mungkin orang berpikir ketika mereka membuang sampah di pantai, maka air laut melalui ombaknya akan menghanyutkan sampah tersebut entah kemana. Padahal kita semua tahu bahwa sampah plastik amat sulit diuraikan oleh alam, melalui organisme pengurai. Otomatis hal tersebut akan semakin mengotori air laut dan daerah di sekitar pantai. Air laut dan pantai yang kotor akan serta merta menimbulkan degradasi lingkungan. Kita bisa lihat di pantai di sebelah barat Pelabuhan Niaga Tanjung Tembaga. Betapa tumpukan sampah rumah tangga amat mengganggu pemandangan. Itu baru sampah rumah tangga. Bayangkan jika kelak industri berkembang di kawasan pesisir Kota Probolinggo. Sampah industri pun akan turut pula menymbang kerusakan lingkungan di Kawasan Pesisir Kota Probolinggo. Belum lagi jika Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan dioperasikan, akan semakin luas lagi kawasan pesisir bersampah. Wow ! Tentu perhatian pertam kita adalah persoalan sampah dan limbah yang akan “disetor” ke Selat Madura yang notabene sebagian masuk wilayah Kota Probolinggo.
Memang, pembuangan sampah ke laut adalah tindakan paling mudah menenggelamkan sampah. Namun laut tetap bukanlah tempat pembuangan sampah terakhir! Laut tetap harus diperhatikan kelestariannya.
Scenario kedua adalah adanya penebangan liar hutan mangrove untuk berbagai kepentingan. Secara langsung hal ini akan mengakibatkan terjadinya abrasi pantai. Kondisi laut di wilayah Kota Probolinggo adalah tinggi sedimen. Hal ini akan memperkuat energi gelombang yang menghantam pantai. Sebab materi yang dibawa oleh gelombang laut bukan hanya air, tetapi juga membawa materi lumpur sedimen dan pasir. Fungsi mangrove sebagai penahan gelombang dan breakwater (pemecah gelombang) akan hilang ketika penebangan hutan mangrove dilakukan. Apa yang terjadi? Abrasi yang pertama sebagai akibat tidak adanya penahan energi gelombang yang menghantam pantai, selanjutnya adalah intrusi air laut ke sumber air darat. Intrusi air laut adalah meresapnya sifat-sifat air laut ke sumber air di darat. Jangan heran jika kelak sumber air di daratan Kota Probolinggo akan terasa payau atau bahkan asin. Itu adalah sebuah akibat yang amat mungkin terjadi.
Akibat lain bisa kita lihat bahwa betapa sekarang amat sulit menangkap ikan-ikan besar di kawasan lautan. Kalaupun ada kemungkinan ikan besar tersebut bukan dari kawasan lautan di sekitar Kota Probolinggo. Mengapa ini bisa terjadi? Secara sederhana bisa dijelaskan bahwa semua itu akibat dari perpaduan dari scenario pertama dan kedua di atas. Hutan mangrove sebagai tempat berkembang biaknya ikan dan hayati laut telah berkurang, pada sisi lain banyak kawasan air laut telah tercemar oleh sampah dan material pencemar lainnya. Jika lingkungan lautan dan kawasan pesisir terus mengalami degradasi, bukan tidak mungkin anak cucu kita kelak tidak lagi mengenal kerapu, kakap, bawal. Ikan-ikan tersebut hanya akan ada dalam buku-buku sejarah, seperti kita mengenal sejarah dinosaurus.
Tidak adanya mangrove di beberapa pesisir di berbagai kawasan terutama di wilayah yang berbatasan dengan laut lepas membuat warga pesisir menderita bila terjadi air pasang. Sebab pada bulan antara November – hingga Februari dan Maret, air pasang dapat masuk hingga ke perkampungan nelayan dan merendam rumah mereka. Sementara abrasi bukan hanya menggerus pantai tetapi juga lahan pertanian, jalan, perkebunan, dan perkampungan penduduk.
Kita belum berbicara tentang akibat jangka lebih panjang yang sekarang sudah mulai kita rasakan. Pemanasan Global. Ya, sebuah perubahan iklim! Mangrove adalah tumbuhan yang akan mengurangi pemanasan tersebut, mengurangi pengaruh efek rumah kaca. Jika hutan mangrove habis, lalu apa yang bisa kita perbuat untuk mencegah pemanasan global?
Reklamasi pantai yang sembarangan adala scenario ketiga yang mungkin terjadi di Kota Probolinggo dan yang bisa mengakibatkan adanya degradasi lingkungan. Reklamasi yang dimaksud di sini adalah pengurugan pantai untuk berbagai kepentingan. Pada dasarnya pengurugan pantai yang sembarangan dan tanpa perhitungan akan mengakibatkan perubahan ekosistem kawasan pesisir. Pengaruh buruk yang mungkin akan terjadi adalah intrusi air laut dan ketidakseimbangan sedimentasi. Ketidakseimbangan sedimentasi akan mengakibatkan perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai ini terjadi akibat adanya sedimentasi pada sisi yang satu dan abrasi pada sisi yang lain. Sebagai catatan sedimentasi akan mengakibatkan bertambahnya kawasan darat, sedangkan abrasi akan mengakibatkan berkurangnya kawasan daratan.

Mulai Menata Diri
Salah satu upaya penting yang mulai banyak diterapkan dalam mengurangi dampak degradasi sumberdaya kelautan adalah pengembangan program konservasi laut melalui pembentukan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut. Langkah ini dipandang sebagai cara paling efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati laut beserta nilai ekonomi yang terkandung di dalamnya (DKP, 12 Maret 2007).
Kawasan Konservasi Laut (KKL) dibentuk dalam suatu wilayah pesisir dan laut dengan batas geografis yang tegas dan jelas, ditetapkan untuk dilindungi melalui perangkat hukum atau aturan mengikat lainnya, dengan tujuan konservasi sumberdaya hayati dan kegiatan perikanan yang berkelanjutan di sekitar (luar) wilayah KKL. Secara hakiki, maksud ditetapkannya KKL adalah untuk dapat melestarikan fungsi dan pelayanan dari ekosistem (ecosystem services) tersebut bagi keseimbangan ekologis dan kesejahteraan manusia.
Pengertian konservasi disini tidaklah sempit, dimana sering disalahartikan bahwa bila suatu kawasan ditetapkan sebagai KKL maka berlaku 'no take zone' sebuah kawasan yang tak boleh atau sama sekali tak bisa dikelola dan dimanfaatkan. Konservasi secara luas mengandung makna upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara arif serta keberlanjutan.
Perangkat kebijakan berkaitan dengan konservasi antara lain UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati, UU No. 1994 tentang Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.69 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, PP no. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh beberapa Pemerintah Daerah.
Dengan dasar-dasar aturan tersebut maka Pemerintah Kota Probolinggo yang pertama perlu menerapkan program Kawasan Konservasi Laut serta mengajak sekaligus memberikan tekanan kepada masyarakat. Tekanan yang dimaksud adalah dalam usaha melestarikan lingkungan melalui Kawasan Konservasi Laut. Mengingat bahwa Kota Probolinggo akan terus berkembang sebagai kawasan yang padat, baik oleh industrialisasi maupun perkembangan transportasi yang otomatis akan juga melibatkan kawasan pesisir sebagai penyangga utama dinamikanya. Tentu harus dilakukan secara terpadu diantara dinas-dinas terkait seperti DKLH, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan serta perangkat penegak hukum yaitu Dispol PP dan Kepolisian serta Kantor Linmas.
Sebagai langkah awal program Kawasan Konservasi Laut perlu dilakukan pemetaan kawasan pesisir dan laut sebagai dasar penataan lingkungan. Langkah ini sudah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Probolinggo melalui kegiatan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kawasan Pesisir dan Laut. Perencanaan tersebut didasarkan pada sumberdaya alam. Hasil dari perencanaan ini dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan secara lebih lestari kawasan pesisir wilayah Kota Probolinggo. Perencanaan tata ruang wilayah yang komprehensif untuk pengembangan dan pembangunan sangat diperlukan dalam pencapaian hasil pembangunan yang optimal. Tentu dengan tujuan jangka panjang bahwa perlindungan terhadap lingkungan lebih dikedepankan.
Dengan dasar rencana tata ruang tersebut pula pemerintah harus mulai menata mana-mana tempat yang bisa direklamasi untuk kepentingan masyarakat dan lokasi mana yang secara tegas harus dihindarkan dari reklamasi pantai. Namun secara umum sebaiknya pemerintah harus secara tegas melarang adanya reklamasi dan penebangan hutan mangrove.
Langkah kedua adalah penataan perangkat aturan atas pengelolaan lingkungan kawasan pesisir. Pemerintah maupun rakyat melalui DPRD harus sudah mulai berani mengambil inisiatif untuk merencanakan bahkan memutuskan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan, pemanfaatan serta perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara arif serta keberlanjutan. Betapapun di negeri ini peraturan masih harus dibuat sebagai perangkat yang amat penting dalam penegakan pengelolaan lingkungan. Ini sebuah pekerjaan besar dan amat mendesak mengingat perkembangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Kota Probolinggo yang terus berkembang dengan cepat. Memang, kawasan pesisir Kota Probolinggo relatif tidak terlalu luas, namun bukan berarti hal itu bisa disepelekan dari segi hukum dan aturannya.
Langkah ketiga adalah dengan mulai merehabilitasi hutan mangrove. Di Kota Probolinggo mempunyai luasan hutan mangrove sekitar 60 Km2. (data DKLH Kota Probolinggo), 2007). Sedangkan fakta fisik lainnya adalah jumlah volume sedimen yang terhanyut ke kawasan laut di sekitar Kota Probolinggo termasuk relatif tinggi (data DKP Kota Probolinggo, 2005). Belum lagi dengan kerasnya terpaan angin. Penanaman kembali hutan mangrove mempunyai beberapa tujuan. Tujuan utama adalah sebagai pemecah gelombang sebelum menghempas bibir pantai. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dengan mengurangi energi gelombang yang menghempas bibir pantai maka beberapa manfaat dapat diambil diantaranya mengurangi abrasi dan intrusi air laut, serta sedimentasi yang tidak seimbang.

Sedikit Sumbangan Bagi Penyelamatan Bumi
Kontribusi hutan mangrove tergambar dari fungsinya itu sendiri, seperti penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak, pengolahan limbah organik, tempat mencari makan, memijah dan bertelurnya berbagai biota laut seperti ikan dan udang. Selain itu sebagai habitat berbagai jenis margasatwa, penghasil kayu dan non-kayu serta potensi ecotourism (Yatim Suroso, 22 Januari 2007). Sebagai catatan Ecotourism adalah suatu kawasan wisata yang berbasis pada pemeliharaan lingkungan itu sendiri.
Perubahan iklim global (Climate change), yang disoroti sebagai isu global paling penting di era sekarang ini, dapat dikendalikan dengan konservasi wilayah pesisir dan lautan, dimana laut merupakan unsur dominant dalam pembentukan iklim (DKP, 2007). Dengan konservasi tersebut, maka tumbuhan seperti mangrove dapat tumbuh lebih baik dan lebat sehingga dapat mengurangi intensitas sinar matahari dan meredam perubahan suhu di permukaan laut. Selain itu, mangrove dapat juga berfungsi sebagai barrier dari pollutants yang dapat meningkatkan suhu air laut.
Melalui penanaman mangrove, seperti juga penanaman berbagai jenis tanaman di darat tentu akan amat membantu untuk mengurangi efek rumah kaca. Mengurangi efek rumah kaca terhadap bumi tentu saja akan mencegah pemanasan global. Mencegah pemanasan global tentu akan sedikit membantu menyelamatkan bumi !
Nah, tentu harapan terakhir kita adalah segera turut mendukung pelestarian lingkungan terutama dalam hal ini adalah lingkungan di kawasan pesisir. Tentu pula kita semua, pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan komitmennya secara nyata dalam sebuah langkah pelestarian lingkungan. Demi sebuah misi penyelamatan bumi. Ya, sedikit sumbangan kita dalam penyelamatan bumi melalui pelestarian lingkungan kawasan pesisir, yang kita mulai dari kawasan pesisir Kota Probolinggo. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...
Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.