BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Kualitas Udara di Kota Probolinggo Masih Baik

Global warming menjadi permasalahan yang harus dipecahkan sehingga tidak menjadi momok bagi generasi berikutnya, tidak terkecuali bagi Kota Probolinggo. Kota ini terus bertekat menangani persoalan lingkungan, mulai menggalakkan penghijauan dari tahun ke tahun hingga melakukan pengetesan terhadap kualitas udara. Kepala Badan Lingkungan Hidup Ir H Imanto, MM mengatakan Kota Probolinggo sebagai salah satu kota yang selalu berbenah khususnya di bidang pembangunan tentunya memberi dampak terhadap kondisi lingkungan sekitar. Udara merupakan komponen yang paling terpengaruh dengan adanya pembangunan yang dilaksanakan. Dan UPT Laboratorium Lingkungan yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah dalam melakukan pemantauan kualitas lingkungan telah melakukan pengujian udara ambien secara berkala. Hal ini dimaksudkan agar kualitas udara Kota Probolinggo bisa selalu dipantau.

Pada tahun ini BLH melalui UPT Laboratorium Lingkungan telah melakukan pengujian udara ambien di 5 (lima) titik lokasi yang mewakili seluruh wilayah Kota Probolinggo sejak Maret lalu. "Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas udara Kota Probolinggo masih baik dan sehat," katanya, Selasa (23/8). Pengujian udara ambien berada di lima titik yaitu TWSL (Taman Wisata Studi Lingkungan), Jl Brantas, Terminal Banyuangga, Jl Panglima Sudirman (depan kantor walikota) dan Kedopok. Imanto menjelaskan risiko daerah yang terus melakukan pembangunan dan banyaknya industri akan berdampak pada lingkungan sekitarnya. Dan udara merupakan komponen yang paling terpengaruh adanya pembangunan tersebut.

Pengujian kualitas udara ambien penting dilakukan karena dengan mengetahui hasil pengujian tersebut Pemkot Probolinggo bisa mengukur dampak dari pembangunan yang terjadi, khususnya industri / pabrik dan kendaraan sebagai sumber emisi yang secara langsung berpengaruh terhadap udara bebas. Dari hasil uji itu dapat dijadikan langkah dasar untuk menentukan kebijakan pemerintah. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Pakar Unesco Jadi Pembicara Workshop Mangrove

Menindaklanjuti kegiatan Lokakarya Program Pendidikan dan Pelestarian Hutan Mangrove yang dilaksanakan bulan Mei 2011 silam, kali ini (18/8) kembali Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo menggelar Workshop Program Pendidikan dan Pelestarian Hutan Mangrove Kota Probolinggo Tahun 2011. Acara yang digelar selama dua hari ini (dari tanggal 18 – 19 Agustus) mengambil dua tempat, yakni di SMP Katholik “Mater Dei” untuk workshop pendampingan untuk mengunggah (upload) hasil penyusunan modul Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang dihasilkan oleh guru-guru PLH Kota Probolinggo pada website dan di ruang Sabha Bina Praja, Kantor Walikota Probolinggo untuk pelaksanaan diskusi terkait action plan / aksi langsung pelaksanaan Green Map yang telah dihasilkan pada lokakarya Mei silam.

Dipilihnya SMP Katholik “Mater Dei” sebagai tempat di hari pertama pelaksanaan kegiatan workshop pendampingan adalah karena sekolah ini dianggap memiliki perangkat pendukung multimedia yang paling lengkap dan memadai bagi para peserta workshop. “Kami (BLH) memilih SMPK karena sekolah ini kami anggap memiliki perangkat pendukung multimedia yang paling lengkap dan juga memadai bagi seluruh peserta workshop.” Ujar Diah Sayekti, Kepala UPT IPLH yang baru 3 bulan menggantikan posisi Fitriawati untuk mengurusi Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL). Kegiatan yang masih bekerjasama dengan Yayasan Sampoerna School of Education, diikuti oleh 60 guru, baik sekolah dasar, menengah dan menengah atas di Kota Probolinggo, yang pada ksempatan Mei 2011 lalu juga merupakan peserta Lokakarya Program Pendidikan dan Pelestarian Hutan Mangrove.

Stein Matakupan, Eksekutif Secretary sekaligus koordinator CEI di Indonesia, kembali tidak datang sendiri. Kali ini Stein menggandeng Prof. Fumihiko Shinohara, Head the Departement of Educational Studies, Faculty of Education, Tokyo Gakugey University Japan yang merupakan utusan UNESCO, sebuah lembaga PBB yang sangat concern terhadap masalah pendidikan, khususnya masalah pendidikan di negara-negara dunia ketiga, untuk hadir ke Probolinggo dan membagikan pengalamannya seputar dunia mengajar. Dalam pengantarnya, Shinohara sempat menyinggung konsep Thrid Wave (Gelombang Ketiga) milik ilmuwan asal Amerika Serikat, A. Toffler yang mengatakan bahwa di abad ke-21 ini, sumber daya yang terpenting adalah sumber daya manusia.

“Manusia mungkin berpikir bahwasannya uang dan alat-alat yang canggih itu sangat penting dalam kehidupan manusia untuk memenangkan hidupnya. Untuk membuatnya menjadi orang yang “berkuasa”. Tapi itu salah. Di abad ini (abad 21, red.), manusialah sumber daya yang paling penting. Ini bukanlah pendapat saya sendiri. Di tahun 1980, Toffler sudah mengatkannya lewat bukunya Third Wave, bahwasannya masyarakat yang melek terhadap informasi, di samping penguasaannya pada khasanah budaya lokal, akan menjadi sebuah “senjata” baru di abad ini. Dan ini penting untuk dipahami oleh seorang guru.” Ungkap Shinohara panjang lebar di hadapan 60 guru peserta workshop. Materi presentasinya yang berjudul Developing Multimedia for Issues on Sustainable Development and How to Use It in Teaching, Shinohara juga menekankan akan pentingnya THINK GLOBAL, ACT LOCAL. Bahkan secara khusus, kepada Suara Kota, Shinohara menyatakan kebanggaannya mengenai Kota Probolinggo.

“Saya sudah 16 kali datang ke Indonesia dan ini adalah kunjungan pertama kali saya ke Probolinggo. Kemarin saya sudah melihat lokasi hutan mangrovenya. Dan menurut saya, Probolinggo mengagumkam. Di Probolinggo, alam dan manusia hidup bersama. Ini kebalikan dengan apa yang saya saksikan di Jakarta. Jakarta punya wilayah yang besar, biaya besar, konsep mahal tapi sedikit sekali partisipasi masyarakat. Di Probolinggo, meski tanpa wilayah yang besar, biaya yang besar, konsep yang mahal, partisipasi warga masyarakatnya cukup besar. Harmonisasi dari alam dan manusia.” Jelas Shinohara kepada Suara Kota dalam bahasa Inggris ala Jepang-nya yang ia banggakan sebagai khasanah lokal itu.

Di hari kedua pelaksanaan, rupanya pancingan yang diberikan atas kehadiran Shinohara, bak bola salju, mulai menggelinding semakin membesar di antara para peserta diskusi. Tujuan yang semula hanyalah diharapkan pada munculya jejaring guru PLH mangrove Kota Probolinggo yang dapat bekembang menjadi jejaring nasional, atau bahkan internasional, lewat infomasi yang diberikan oleh Shinohara, bahwa bulan Desember 2011 nanti, Jakarta akan menjadi tuan rumah pelaksanaan 15th UNESCO-APEID International Conference, maka diharapkan ada perwakilan guru-guru PLH Kota Probolinggo yang dapat mengikuti konferensi tingkat internasional tersebut.

“Saya mengharapkan ada perwakilan beberapa guru Kota Probolinggo yang mengirimkan paper untuk mengikuti seminar UNESCO di Jakarta.” Harap Imanto, Kepala BLH, dalam sambutannya di hari kedua pelaksanaan, di hadapan peserta diskusi, di gedung Sabha Bina Harja, Kantor Walikota Probolinggo. Tentunya hal ini senada dengan apa yang menjadi harapan dari Sekdakot Johny Haryanto. Di samping ucapan terimakasih dan kebanggaannya terhadap BLH, Johny juga mengingatkan kembali pada tujuan kegiatan workshop, yakni: terbentuknya Pusat Pendidikan Mangrove Kota Probolinggo, munculnya Jejaring Guru Peduli Lingkungan, dan terciptanya Kurikulum Pendidikan Lingkungan.

“Saya bangga dengan upaya yang dilakukan BLH. Ini tentunya mengingatkan kita untuk memperlakukan lingkungan, khususnya hutan mangrove, lebih baik lagi. Terima kasih juga saya sampaikan atas keadiran Prof. Shinohara dan Ibu Stein. Sehinggga kami, istilahnya, tidak perlu jauh-jauh studi banding ke Jepang,” Ungkap Johny. “Tapi perlu saya ingatkan lagi pelunya kita memaknai pertemuan kita di pagi hari ini. Tujuannya apa? Dan apa yang bisa kita dapatkan dari pertemuan ini? Semoga apa yang sudah menjadi tujuan awal kita, yakni terbentuknya Pusat Pendidikan Mangrove Kota Probolinggo, munculnya Jejaring Guru Peduli Lingkungan, dan terciptanya Kurikulum Pendidikan Lingkungan dapat segera terwujud.” Harap Johny dalam sambutannya. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Tujuh Tahun, Tanam 300 Ribu Pohon, Sabet Banyak Penghargaan

Berbagai program soal lingkungan hidup dan komitmen antara pemerintah dan masyarakat berhasil mendorong Kota Probolinggo menyabet banyak penghargaan dan menjadi percontohan daerah di Indonesia. Lima tahun berturut-turut kota ini mendapat penghargaan bergengsi di bidang lingkungan yaitu Adupura. Mendukung penghargaan tersebut, salah satu big program yang masih terus digalakkan sampai detik ini adalah penanaman pohon. Selama tujuh tahun terakhir sebanyak 304.983 pohon telah ditanam di 90,04 hektar lahan. “Penanaman pohon menjadi salah satu kegiatan yang kami lakukan di setiap ada moment. Menanam pohon bisa meminimalisir dampak kerusakan lingkungan. Selain itu mudah, tidak perlu banyak biasa dan bisa dilakukan siapa saja,” terang Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Imanto.

Tahun 2011 ini Kota Probolinggo mborong penghargaan di bidang lingkungan yaitu Adipura, Adiwiyata mulai jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK, penghargaan Walikota Probolinggo sebagai Pembina Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi Jawa Timur, penghargaan peringkat 2 penyusunan status lingkungan hidup daerah (SHLD) Provinsi Jawa Timur. Tidak berhenti disitu, seorang warga kota Mukhlis juga memperoleh penghargaan kategori perintis lingkungan (Kalpataru) peringkat 3, penghargaan juara I lomba cipta lagu mars Adiwiyata kepada SMAN 4 dan penghargaan Jawa Pos Otonomi Award bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Imanto membeberkan, penghargaan-penghargaan tersebut diperoleh karena Kota Probolinggo memang layak memperolehnya. Terbukti dari program penghijauan, kebersihan serta pelestarian lingkungan berhasil dilaksanakan. Bercerita tentang penghargaan SHLD yang diperoleh, dalam SHLD itu berisi dokumen membahas tentang langkah-langkah pemkot untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. “Salah satu hal yang kami bahas di SHLD adalah bagaimana pembangunan yang dilakukan tidak berdampak ke lingkungan. Karena pembangunan memang berpotensi merusak lingkungan tetapi bagaimana caranya supaya kerusakan itu bisa diminimalisir,” imbuh Kabid KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Yoyok Imam.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan yang diraih karena pelibatan pemerintah dengan masyarakat, dunia usaha dan dunia pendidikan. Kota Probolinggo pun punya lembaga masyarakat dalam pengelolaan lingkungan antara lain Dewan PErtimbangan Berkelanjutan (DPB), Forum Jaringan Manajemen Sampah (Forjamansa), Paguyuban Putri Lingkungan, Paguyuban Peduli Sampah (Papesa), Paguyuban Kader Lingkungan (Pakerling), Paguyuban Abang Becak, Eco Pesantren dan Sekolah Adiwiyata.

Meski sudah banyak meraih penghargaan dan punya program, bukan berarti BLH tidak bergerak melakukan inovasi. Tahun 2011-2012 ini pemkot bakal berupaya memperkuat kegiatan lingkungan hidup dengan cara menandatangani MoU (memorandum of understanding) dan action bersama dua lembaga luar negeri. Pertama, dengan GIZ (Gesellshcaft for Internasionale Zusammenarbeit) Jerman. Bersama GIZ MoU telah digelar pada 13 Desember 2010, tahun ini ditindaklanjuti dengan action workshop mendukung kegiatan yang sebenarnya sudah dilaksanakan oleh pemkot. “Bekerjasama dengan GIZ ini lebih diperkuat lagi upaya kita. Kegiatannya terkait penanggulangan dampak perubahan iklim,” ucap Yoyok.

Keuntungan yang didapat pemkot bekerjasama dengan GIZ, setidaknya lembaga tersebut bisa menjadi fasilitator agar pemkot mendapat dana untuk kegiatan lingkungannya baik donator dari dalam atau luar negeri. Bahkan kabarnya, susunan draft anggaran perubahan iklim untuk Kota Probolinggo bakal dibesarkan oleh pemerintah pusat melalui DAK (dana alokasi khusus).

Selain GIZ, pemkot juga bekerjasama dengan CEI (Caretakers of the Environment Internasional) Indonesia. Output kerjasama ini pendidikan dan pelatihan hutan mangrove di Kota Probolinggo melibatkan guru yang peduli terhadap lingkungan. “Insyaallah bulan depan akan kami bahas (tindaklanjut kerjasama dengan CEI),” tegas Yoyok. Pasalnya, CEI hanya melirik beberapa daerah untuk potensi mangrove-nya yaitu Kota Probolinggo dan Bali. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...
Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.