Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo, Jawa Timur dalam mengelola sampah dikatakan pantas untuk ditiru wilayah eks-Karesidenan Surakarta. Pasalnya, selain tidak terlalu mengeluarkan biaya tinggi, dampak positifnya dirasa sedemikian besar. Pemerhati masalah lingkungan hidup sekaligus ketua Let’s Go Green Community (LGGC) Taufik Hendrawan mengungkapkan hal tersebut ketika berbincang-bincang dengan Timlo.net, di Pertigaan Ngadirojo, Wonogiri, Jumat (16/3). “Permasalahan sampah berikut penanganannya masih menjadi PR (pekerjaan rumah) besar bagi sebagian daerah. Lahan sempit, minimnya SDM berkualitas, juga kurang kreatifnya para pemangku kepentingan menjadikan permasalahan itu kian membesar,“ ungkap Taufik Hendrawan.
Karenanya, lanjut Taufik, wilayah eks-Karesidenan Surakarta perlu kiranya meniru pola manajemen sampah dari Pemkot Probolinggo, di mana Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA) disulap menjadi wahana wisata dengan nuansa tropis perkebunan. “Lantaran telah disulap sedemikian rupa, tak perlu khawatir. Kita bakalan terbebas dari segala bau menyengat maupun kerumunan lalat seperti lazim terjadi di tempat lain. Yang tercium malahan bau semerbak bunga dan kesegaran rerimbunan daun yang tumbuh subur dengan pupuk yang juga diperoleh dari pengolahan sampah disitu,” ujarnya. Pengelolaan sampah model seperti itu tidak membutuhkan biaya tinggi. Yang diperlukan adalah kerja keras dan kemauan kuat para pemangku kepentingan. Bahkan dampak ekonomisnya cukup besar. Sebab masyarakat bisa diberdayakan sebagai agen pemasaran pupuk hasil olahannya ataupun menjadi petugas pemandu bagi pengunjung. Atau minimal membuka bermacam usaha di sekelilingnya.
“Tidak memerlukan tempat luas kok, dan saya rasa TPA-TPA di Surakarta bisa menerapkannya pula, cobalah sekali waktu berkunjung ke Probolinggo, dan rasakan beda suasana TPA di sana dengan di sini,” kata Taufik. Sumber Berita
Karenanya, lanjut Taufik, wilayah eks-Karesidenan Surakarta perlu kiranya meniru pola manajemen sampah dari Pemkot Probolinggo, di mana Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA) disulap menjadi wahana wisata dengan nuansa tropis perkebunan. “Lantaran telah disulap sedemikian rupa, tak perlu khawatir. Kita bakalan terbebas dari segala bau menyengat maupun kerumunan lalat seperti lazim terjadi di tempat lain. Yang tercium malahan bau semerbak bunga dan kesegaran rerimbunan daun yang tumbuh subur dengan pupuk yang juga diperoleh dari pengolahan sampah disitu,” ujarnya. Pengelolaan sampah model seperti itu tidak membutuhkan biaya tinggi. Yang diperlukan adalah kerja keras dan kemauan kuat para pemangku kepentingan. Bahkan dampak ekonomisnya cukup besar. Sebab masyarakat bisa diberdayakan sebagai agen pemasaran pupuk hasil olahannya ataupun menjadi petugas pemandu bagi pengunjung. Atau minimal membuka bermacam usaha di sekelilingnya.
“Tidak memerlukan tempat luas kok, dan saya rasa TPA-TPA di Surakarta bisa menerapkannya pula, cobalah sekali waktu berkunjung ke Probolinggo, dan rasakan beda suasana TPA di sana dengan di sini,” kata Taufik. Sumber Berita
No comments:
Post a Comment