BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Pupuk Organik Kini Semakin Diminati

Tren pertanian organik dan semiorganik juga berpengaruh terhadap kebutuhan pupuk jenis organik. Permintaan pupuk yang dibuat dari sampah organik dan kotoran ternak (tlethong) pun “laris manis”. “Kami sampai kewalahan melayani permintaan pupuk organik dari Sidoarjo, belum lagi di Probolinggo sendiri,” ujar Saiful Badri, pembuat pupuk organik di Kel. Jrebeng Lor, Kec. Kedopok, Kota Probolinggo. Dikatakan pengusaha pupuk di Sidoarjo meminta kiriman 8 ton pupuk organik/dua minggu. “Saya dengar di Sidoarjo, pupuk organik kiriman saya diolah menjadi pupuk granule (butiran, Red.) yang kemudian dijual lagi ke Makassar, Sulsel,” ujarnya. Saiful yang juga Ketua Kelompok Tani Harapan Jaya menambahkan, tren pertanian modern mengarah ke organik. “Sebenarnya, kami membuat pupuk organik untuk melayani anggota kelompok tani sendiri sebanyak 50 orang dengan lahan 60 hektare,” ujarnya.

Dengan 40 ekor sapi yang dimiliki anggota kelompok tani, Saiful memproduksi pupuk organik. “Ternyata banyak petani dan pengusaha dari luar daerah juga membeli pupuk organik kami,” ujarnya. Selain dibuat dalam bentuk padat, pupuk organik “made in” Jrebeng Lor itu berupa cairan. Pupuk padat dibuat dengan bahan baku tlethong sebanyak 1 ton dicampur air 200 liter dan zat pengurai. “Zat pengurai ini saya peroleh dari I Putu Kamyang dari IPB Bogor,” ujarnya.

Pupuk organik padat itu dijual dengan harga Rp 425/kg. Selain itu Saiful mengaku membuat pupuk organik cair dari air seni (kemih) sapi, air kelapa, dan limbah cair tahu. “Komposisinya, kemih sapi 40 liter, air kelapa 40 liter, dan 120 liter limbah cair tahu,” ujarnya. Untuk menampung kemih sapi, kandang ternak disemen (dicor) dan dilengkapi saluran drainase. “Kalau air kelapa gampang dicari di pasar, tinggal pesan ke pedagang yang jual kelapa kupas. Air kelapa biasanya kan dibuang percuma,” ujar Saiful.

Banyaknya permintaan pupuk organik juga diakui Ir H Suhadi MM, pemilik peternakan sapi di Tegalbero, Kel. Wirogunan, Kec. Purworejo, Kota Pasuruan. Peternak yang mempunyai 140 ekor sapi pedaging Australia, 200 kambing dan domba berbagai jenis (ettawa, morino, samben, ekor gemuk, dan Garut) dan juga ratusan kelinci itu mengaku, kotoran ternaknya laris manis. “Tlethong di peternakan saya tidak terbuang percuma, setelah diolah menjadi pupuk organik, laku dijual Rp 425 per kilogram,” ujarnya, Jumat (24/9) pagi tadi. Alumni Fakultas Pertanian (FP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengaku kewalahan melayani permintaan pupuk organik.

Tlethong juga bisa diolah menjadi gas methane. “Gas methane dari tlethong digunakan menggerakkan gen-set yang menghasilkan 1.200 Watt listrik, gratis untuk warga sekitar,” ujarnya. Sementara itu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengolahan Sampah dan Limbah di bawah Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo setiap bulan melempar 200 sak pupuk organik ke pasaran. Setiap sak berisi 20 Kg pupuk yang berasal dari sampah organik ang kemudian dihancurkan dengan zat pengurai. Pupuk dari sampah buangan rumah tangga itu dijual dengan harga Rp 750/Kg.

Dinas Pertanian mencatat, dari luas total wilayah Kota Probolinggo, 25.000 hektare, sebagian besar (62,47%) merupakan lahan pertanian. Dominasi lahan pertanian ini menuntut ketersediaan pupuk yang tinggi untuk pengelolaan pertanian. Setiap tahun, petani di Kota Probolinggo membutuhkan pupuk sekitar 3.000 ton pupuk pabrikan dan sekitar 12.000 ton pupuk organik. Kepala UPT Pengolahan Sampah dan Limbah, Lucia Aries menduga, naiknya permintaan pupuk kompos yang diproduksi di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Sukabumi dan TPS Ungup-Ungup itu karena dipicu mahalnya pupuk pabrikan.

Dari total sekitar 40 ton sampah yang masuk TPA Sukabumi setiap harinya, sebagian besar didominasi sampah organik (70%), sementara sisanya adalah sampah non-organik (30%). Dikatakan tidak semua sampah organik yang masuk TPA bisa kami olah menjadi kompos. Yang menjadi permasalah, sampah yang dihasilkan rumah tangga dan pasar, bercampur baur antara sampah organik dan non organik. Sehingga pengelolaan sampah harus melalui pemilahan. ”Sampah organik dan non organik dipisahkan. Organik untuk bahan pembuatan kompos dan non organik didaur ulang,” ujarnya.

Unit pengolahan sampah di TPA Sukabumi setiap bulan menghasilkan sekitar 7 ton kompos. Sementara itu di TPS Ungup-Ungup, sekitar 600 Kg - 1,5 ton ton sampah bisa diolah menjadi 180-450 Kg kompos per hari. Selain banyak dibeli petani sayur dan tanaman hias di lokal Probolinggo, kompos made in Probolinggo itu dijual hingga Jember dan Banyuwangi. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

Apel Pencanangan Gerpas Berseh di Aloon-Aloon Kota Probolinggo

Hari Jumat (17/9) bertempat di Aloon – Aloon Kota Probolinggo, telah berkumpul semua pegawai dari setiap SKPD Kota Probolinggo untuk mengikuti Apel pagi dalam memperingati Pencanangan Gerakan Pasar Bersih dan Sehat (Gerpas Berseh). Dengan memakai seragam olah raga sesuai ciri khas masing – masing SKPD, peserta apel Gerpas Berseh mengikuti apel dengan rasa antusias sampai selesai acara. Selain pegawai Kota Probolinggo, apel dihadiri oleh Walikota Probolinggo, HM. Buchori juga selaku inspektur upacara, Wakil Walikota Probolinggo, H. Bandyk Soetrisno, dan para Muspida Kota Probolinggo. HM. Buchori memberikan sambutan, “Alhamdullah kita semua telah malaksanakan puasa Ramadhan dan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1431 H, dengan begitu kewajiban kita untuk saling memaafkan antar sesama harus tetap dilakukan, karena Allah SWT sangat mencintai hambanya yang selalu menyambung salih silahturohmi”.

“Dalam kegiatan Apel Gerpas Berseh ini, kita semua harus sadar dan selalu menjaga kebersihan dimanapun dan kapanpun kita berada sebagai tanda kita sebagai umat yang beriman. Saya harap semua petugas Pasar selalu memperhatikan untuk memberi tempat sampah, tujuannya supaya para pedagang maupun pengunjung dapat membuang sampah pada tempatnya sehingga lingkungan pasar menjadi bersih”, tambah HM. Buchori.

Acara dilanjutkan dengan pemberian pohon secara simbolis kepada kepala UPTD Pasar baru, Gotong Royong, dan Pasar Wonoasih, dengan harapan dapat mengembangkan penghijauan dilingkungan pasar, dengan begitu pasar menjadi asri, segar dan sehat. Yang terakhir diteruskan dengan pelepaskn burung oleh HM. Buchori, H. Bandyk Soetrisno dan para Muspida Kota Probolinggo. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...
Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.