BLH Kota Probolinggo    "SI JUPPE"   S emangat,  I novatif,  J u jur,  P rofesional,  P e duli

Murahnya Briket Dari Serbuk Kayu

Meski konversi minyak tanah (mitan) ke elpiji telah digelindingkan tidak menutup kemungkinan warga menggunakan bahan bakar alternatif. Salah satu bahan bakar yang murah dan aman untuk memasak adalah serbuk kayu dan serbuk arang kayu. “Serbuk kayu harganya murah bahkan sering dibuang dan dibakar. Padahal bisa disulap menjadi briket untuk memasak,” ujar Fitriawati SSos MM, kepala UPT Informasi dan Pendidikan Lingkungan Hidup (IPLH) pada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo. Ditemui di sela-sela pelatihan kepada 100 pedagang makanan-minuman dan kader lingkungan di Taman Wisata dan Studi Lingkungan (TWSL), Selasa (26/10), Fitri menunjukkan cara membuat briket. Bahannya sangat murah, serbuk kayu, lem kanji (dari tapioka), cetakan dari pipa PVC ukuran 1 dim (inchi) sepanjang 10 Cm.

Serbuk kayu yang dicampur dengan lem kemudian dicetak, mirip orang membuat kue puthu. “Setelah itu, briket berbentuk silinder itu dijemur di terik matahari, sudah bisa digunakan memasak,” ujar Fitri. Diakui kompor yang digunakan untuk memasak memang berbeda dengan kompor minyak tanah. Cara kerja kompor briket serbuk kayu itu mirip anglo. “Agar mudah menyalakan, briket direndam dalam minyak tanah atau spiritus,” ujar Puguh Priyosudibyo, narasumber pelatihan.

Selain dari serbuk kayu, briket bisa dibuat dari serbuk arang kayu. “Arang serbuk kayu dibuat dengan pembakaran tidak sempurna terhadap serbuk kayu,” ujar Puguh. Puguh menunjukkan alat sederhana untuk membakar arang yang terbuat dari blek (kaleng) bekas biskuit. Serbuk kayu dimasukkan dalam blek yang dindingnya dilubangi dengan paku. Saat serbuk kayu mulai terbakar, lubang-lubang pada dinding blek ditutup rapat. Maka jadilah arang serbuk kayu yang siap diolah menjadi briket serbuk arang. “Panas yang dihasilkan briket biorang lebih tinggi dibandingkan kayu bakar biasa dan nilai kalornya mencapai 5.000,” ujar Puguh.

Sebagai perbandingan, kayu kering menghasilkan panas 4.491,2 kalor/gram dan batubara muda (lignit) 1.887,3. Sementara batubara 6.999,5, minyak bumi (mentah) 10.081,2, bahan bakar minyak 1.0224,6, dan gas alam 9.722.9. Dibandingkan minyak tanah non-subsudi yang harganya Rp 7.500-8.000 per liter, briket serbuk kayu jauh lebih murah. “Soalnya serbuk kayu dapat diperoleh secara gratis, kalau harus beli, satu sak hanya Rp 7.000,” ujar Puguh.

Satu sak serbuk kayu bisa menjadi ratusan potong briket. “Sebanyak 8-10 potong briket bisa digunakan untuk memasak hingga 4 jam, irit kan,” ujarnya. Puguh mengakui, briket serbuk kayu masih menimbulkan asap. “Kalau ingin asapnya sedikit, ya gunakan briket serbuk arang,” ujarnya.

Sejumlah peserta pelatihan mengaku bakal menggunakan briket serbuk kayu untuk memasak. “Briket serbuk kayu murah untuk menghangatkan bakso yang saya jual,” ujar seorang pedagang bakso keliling. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...

BLH Kota Probolinggo Menggelar Pelatihan Pembuatan Briket

Ketersediaaan sumber energi alam yang semakin defisit membutuhkan pemahaman dan juga upaya konkrit dari pemerintah dan masyarakat untuk menghematnya, sehingga dampak negatif dari krisis energi dapat diantisipasi secara dini. Untuk upaya itulah, maka Selasa(26/10) bertempat di Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL), Jalan Basuki Rahmat No. 62 Probolinggo, Pemerintah Kota Probolinggo cq. Badan Lingkungan Hidup (BLH), mengajak masyarakat untuk memanfaatkan limbah terbuang, utamanya limbah terbuang dari sisa usaha penggergajian untuk diolah menjadi briket yang pemanfaatannya dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk aktivitas memasak pada rumah tangga melalui Pelatihan Pembuatan Briket sebagai Energi Alternatif.

Acara dibuka oleh Wakil Walikota Probolinggo, Drs. H. Bandyk Soetrisno, M.Si. sekitar pukul 08.30 WIB dan dihadiri oleh para Kepala SKPD di Lingkungan Pemerintah Daerah Kota Probolinggo. Peserta acara tersebut terdiri dari 100 orang yang berasal dari para Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Kader Lingkungan pada kelurahan-kelurahan di Kota Probolinggo. Mengawali sambutannya, Wawali Bandyk Soetrisno menyampaikan sejarah kebijakan pemerintah dalam penggunaan minyak tanah (mitan) menjadi elpiji. Dimana keterbatasan ketersediaan bahan bakar migas khususnya mitan dan juga semakin melonjaknya harga minyak mentah dunia, mau tidak mau, mengharuskan pemerintah untuk menarik subsidi terhadap mitan itu sendiri. “Minyak tanah itu bukannya tidak ada. Ada, tapi harganya sudah sangat mahal. Untuk saat ini, per liternya, harganya bisa mencapai Rp 7.000,- sampai Rp 8.000,-. Karena itu tadi (melonjaknya harga minyak mentah dunia, red.), pemerintah menarik subsidi untuk minyak tanah tersebut. Kalau diterus-teruskan, pemerintah menyokong pemberian subsidi dalam APBN-nya, maka anggaran negara untuk kegiatan yang lain, bidang pendidikan misalnya, pastinya tidak dapat terlaksana dengan baik, sesuai dengan tujuannya,” jelas Bandyk.

Dalam kesempatan tersebut, Wawali juga mengingatkan kepada para peserta pelatihan agar informasi yang diterima dalam pelatihan kali ini, selain berguna bagi diri sendiri, juga dapat diajarkan dan berguna pula bagi warga masyarakat di lingkungan sekitar para peserta pelatihan. Narasumber dalam pelatihan ini adalah Ketua KIM Le Ollena Kota Probolinggo, Drs. Puguh Priyo Sudibyo, sosok yang pernah turut andil mengharumkan nama Kota Probolinggo dengan meraih prestasi gemilang sebagai juara umum dalam Pekan KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) tahun 2009 di Malang. Sedang moderatornya adalah penerima Kalpataru 2010 kategori Pembina Lingkungan, Endang Sulistyoningsih, yang juga masih aktif bekerja di Dinas Pendidikan sebagai guru mata pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Kota Probolinggo.

Setelah paparan secukupnya dari narasumber, peserta langsung diajak untuk praktek dengan aneka bahan dan alat yang sebelumnya sudah disediakan oleh panitia. Dalam kegiatan tersebut, seluruh peserta tampak sangat antusias untuk mengikuti pelatihan yang diadakan. Metode sersan (serius tapi santai) khas Puguh Sudibyo saat memberi pelatihan rupanya sangat diminati oleh para peserta pelatihan. Bahkan tak jarang, gurauan segar nan menghibur dan informatif tersebut disambut oleh peserta dengan gelak tawa. “Ini memang program tahunan yang diselenggarakan oleh dinas, tapi tidak melulu pelatihan pembuatan briket saja. Kita menggelar pelatihan tiap tahunnya, yang disediakan bagi masyarakat dan juga kader lingkungan. Pastinya nanti pelatihan tersebut akan disesuaikan dengan kondisi aktual yang ada,” jelas Ir. Fitriawati, MM, Kepala UPTD Informasi & Pendidikan Lingkungan Hidup.

Acara pelatihan tersebut berakhir sekitar pukul 13.00 WIB. Para peserta mendapatkan kompor briket dan contoh briket arang yang sudah jadi dari panitia. Sumber Berita
Baca Selengkapnya...
Informal Meeting Forum (IMF)
Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB)
Forum Jaringan Manajemen Sampah (FORJAMANSA)
Paguyuban Eco Pesantren
Paguyuban Kader Lingkungan (PAKERLING)
Paguyuban Putri Lingkungan (PUTLING)
Kelompok Masyarakat Pemilah Sampah (POKMAS)
Paguyuban Peduli Sampah (PAPESA)
Penyandang Cacat Peduli Lingkungan Kota Probolinggo (PECEL KOPROL)
Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (KOMTARI KEHATI)
Paguyuban Penarik Gerobak Sampah Cekatan Riang Inovatif Amanah (PGS CERIA)
Paguyuban Abang Becak Peduli Lingkungan (ABPL)

Pencarian Artikel

Jumlah Kunjungan

About Me

My photo
By the middle of 2005, the management of environment in Probolinggo city was implemented by 2 (two) units which were subdivision for public cleaning services and parks of Public Works Agency of Probolinggo City and the Office of Environment of Probolinggo City. But in August 2005, considering to the aspects of effectiveness in administration, coordination, budget management dan program operations, then those two units were merged into 1 (one) new governmental institution namely the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City. Then, in accordance to the institutional restructure of central and regional government, on July 1st 2008, the Agency of Public Cleaning Services and Environment (DKLH) of Probolinggo City was changed into the Environment Agency (BLH) of Probolinggo City.