Di balik musibah erupsi Gunung Bromo, ada anugerah. Mengingat, jutaan meter kubik pasir dan batu (sirtu) yang tertumpah dari gubung berani itu menerjang sungai dan persawahan penduduk bisa menjadi bernilai ekonomis yang tak terhingga jika sudah saatnya bisa ditambang. Ya, sejauh ini, Pos Pengamat Gunung Bromo memang belum bisa menghitung berapa volume material vulkanis yang disemburkan Gunung Bromo, yang menerjang daerah sekitarnya. “Yang jelas itu mencapai jutaan meter kubik. Apalagi Bromo yang batuk-batuk mulai Nopember itu sampai sekarang belum berhenti,” ujar Mulyono, petugas di sana, Jumat (11/2) pagi tadi. Semburan berupa abu vulkanis Bromo telah menerjang empat daerah yang mengepung kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yakni, Probolinggo, Lumajang, Malang, dan Pasuruan. Abu dan pasir vulkanis Bromo juga sampai ke Kota Probolinggo dan kawasan pesisir di Kab. Probolinggo melalui banjir lahar dingin.
Dus tak hanya sungai yang dipenuhi sirtu, puluhan hektare (Ha) areal pertanian dan permukiman pun telah berubah menjadi “lapangan” pasir, kiriman dari sungai-sungai yan berhulu di lereng Gunung Bromo. Di Kota Probolinggo sedikitnya 26 Ha sawah rusak dan dipastikan gagal panen karena tertimbun pasir setebal 30-60 Cm. “Dengan rata-rata ketebalan pasir 45 Cm atau 0,45 meter, maka volume pasir pada 22 hektare sawah itu setara 117.000 meter kubik,” ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo, Ir Imanto MSi. Pasir juga mengakibatkan pendangkalan Kali Legundi yang awalnya kedalamannya sekitar 4 meter kini penuh dengan timbunan pasir, sampai rata dengan badan jalan. Belum lagi pasir yang menimbun kawasan permukiman di belahan selatan Kota Probolinggo.
Sementara itu di Kab. Probolinggo sekitar 20 Ha areal sawah juga tertimbun pasir. Yakni, 10 Ha di Desa Pesisir dan 10 Ha di Desa Sumurmati, Kec. Sumberasih. Dengan rata-rata ketebalan pasir 0,45 meter, maka volume pasir pada 20 Ha sawah itu mencapai 90.000 meter kubik. Bayangnya, jika fenomena gunung berapi itu berhenti, maka sirtu yang dimuntakan tentunya bisa ditambang. Itu tentunya memberi peluang bagi masyarakat untuk meraup rejeki dari tambang sirtu itu. Bahkan bisa jadi, kegiatan tambang akan menjadi pengganti pekerjaan rutin masyarakat setelah sawahnya rusak. Hanya saja, menurut Ir Sanusi Sapuan, Kepala Dinas PU Kota Probolinggo, bahwa pasir kiriman dari Gunung Bromo itu dinilai kurang bagus untuk bahan bangunan (campuran semen). “Pasir lembut ini yang pas untuk alas menata paving stone dan tanah uruk,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Probolinggo, 10 desa yakni, 5 desa di Kec. Sukapura dan 5 desa di Kec. Sumber tercatat paling parah dihujani abu. Ketebalan abu di areal pertanian mencapai rata-rata 1 meter. Dengan ketebalan abu 1 meter, maka dalam satu hektare lahan berarti menyimpan sekitar 8.000 meter kubik abu. Padahal, diperkirakan sekitar 2.000 Ha areal pertanian di Kab. Probolinggo rusak tertimbun abu vulkanis Bromo. Sehingga volume abu yang terhampar pada 2.000 Ha itu areal pertanian itu mencapai 16.000 juta meter kubik. Ini belum termasuk abu vulkanis yang mengendap di lembah-lembah dan lereng Gunung Bromo. Deposit abu di lereng atas Bromo itu kini menjadi ancaman karena hujan deras terus diprakirakan akan terus turun hingga Maret 2011 ini. Jutaan deposit abu vulkanis itu dikhawatirkan terbawa banjir lahan dingin dan menggelentor kawasan bawah di Kota dan Kab. Probolinggo. Sumber Berita
Dus tak hanya sungai yang dipenuhi sirtu, puluhan hektare (Ha) areal pertanian dan permukiman pun telah berubah menjadi “lapangan” pasir, kiriman dari sungai-sungai yan berhulu di lereng Gunung Bromo. Di Kota Probolinggo sedikitnya 26 Ha sawah rusak dan dipastikan gagal panen karena tertimbun pasir setebal 30-60 Cm. “Dengan rata-rata ketebalan pasir 45 Cm atau 0,45 meter, maka volume pasir pada 22 hektare sawah itu setara 117.000 meter kubik,” ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo, Ir Imanto MSi. Pasir juga mengakibatkan pendangkalan Kali Legundi yang awalnya kedalamannya sekitar 4 meter kini penuh dengan timbunan pasir, sampai rata dengan badan jalan. Belum lagi pasir yang menimbun kawasan permukiman di belahan selatan Kota Probolinggo.
Sementara itu di Kab. Probolinggo sekitar 20 Ha areal sawah juga tertimbun pasir. Yakni, 10 Ha di Desa Pesisir dan 10 Ha di Desa Sumurmati, Kec. Sumberasih. Dengan rata-rata ketebalan pasir 0,45 meter, maka volume pasir pada 20 Ha sawah itu mencapai 90.000 meter kubik. Bayangnya, jika fenomena gunung berapi itu berhenti, maka sirtu yang dimuntakan tentunya bisa ditambang. Itu tentunya memberi peluang bagi masyarakat untuk meraup rejeki dari tambang sirtu itu. Bahkan bisa jadi, kegiatan tambang akan menjadi pengganti pekerjaan rutin masyarakat setelah sawahnya rusak. Hanya saja, menurut Ir Sanusi Sapuan, Kepala Dinas PU Kota Probolinggo, bahwa pasir kiriman dari Gunung Bromo itu dinilai kurang bagus untuk bahan bangunan (campuran semen). “Pasir lembut ini yang pas untuk alas menata paving stone dan tanah uruk,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Probolinggo, 10 desa yakni, 5 desa di Kec. Sukapura dan 5 desa di Kec. Sumber tercatat paling parah dihujani abu. Ketebalan abu di areal pertanian mencapai rata-rata 1 meter. Dengan ketebalan abu 1 meter, maka dalam satu hektare lahan berarti menyimpan sekitar 8.000 meter kubik abu. Padahal, diperkirakan sekitar 2.000 Ha areal pertanian di Kab. Probolinggo rusak tertimbun abu vulkanis Bromo. Sehingga volume abu yang terhampar pada 2.000 Ha itu areal pertanian itu mencapai 16.000 juta meter kubik. Ini belum termasuk abu vulkanis yang mengendap di lembah-lembah dan lereng Gunung Bromo. Deposit abu di lereng atas Bromo itu kini menjadi ancaman karena hujan deras terus diprakirakan akan terus turun hingga Maret 2011 ini. Jutaan deposit abu vulkanis itu dikhawatirkan terbawa banjir lahan dingin dan menggelentor kawasan bawah di Kota dan Kab. Probolinggo. Sumber Berita
No comments:
Post a Comment