Program tamanisasi mulai digalakkan sejak tahun 2006 berkat prakarsa Walikota Probolinggo H. Buchori, SH.M.Si yang berhasil melibatkan seluruh elemen dan kelompok masyarakat yang ada disana, seperti instansi pemerintah, perusahaan, lembaga pendidikan bahkan partai politik. Dari tamanisasi ini dapat diperoleh manfaat sebagai salah satu sarana melepas kepenatan, menciptakan nuansa iklim investasi sehingga berpeluang menarik investor. Program ini juga untuk menyadarkan masyarakat untuk peduli terhadap kelestarian lingkungan. Kegiatan ini berhasil menyulap wajah kota menjadi sehat, nyaman, asri dan sehat. Program pemerintah setempat lainnya yang tergolong dalam pelestarian lingkungan adalah sistem pengelolaan sampah. TPA (tempat pembuangan akhir) terletak di Jl Anggrek, Mayangan memiliki luas 4 hektar.
Meski menjadi tempat berkumpulnya sampah dari segala penjuru Kota Probolinggo, memasuki kawasan ini tidak akan mencium bau tidak sedap dan lalat bertebaran. Volume sampah yang masuk ke TPA setiap hari sekitar 42,70 ton/ hari (sumber: BLH-bidang P2DPLH tahun 2010). Pengolahan akhir sampah memakai sistem sanitary landfill. Sistem penimbunan sampah secara berlapis-lapis lalu sampah ditutup tanah secara bertahap. Dengan ini (sistem) mencegah timbulnya bau dan berkembang vektor penyakit seperti lalat. Di sini juga dilengkapi perpipaan gas methan, pengelolaan lindi dan drainase.
TPA bekerjasama dengan paguyuban peduli sampah (Papesa) mengurangi jumlah sampah dengan sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas. Sasarannya komunitas masyarakat (rumahtangga) menggunakan pengelolaan sampah dengan cara pemilahan dan pengolahan. Tahun 2010 lalu disosialisasikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dapat menunjang percepatan pengelolaan sampah di Kota Probolinggo.TPST itu untuk kegiatan penggunaan ulang, pendauran ulang, pengumpulan, pemilahan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah. Saat ini sekitar 8 TPST yang tersebar di seluruh wilayah.
Berkat keberhasilan dua kebijakan yang ramah lingkungan ini, banyak sanjungan dan pujian dialamatkan kepada Kota Probolinggo. Bahkan tak sedikit daerah-daerah di nusantara yang menjadikan Kota Probolinggo sebagai rujukan untuk belajar mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Sumber Berita
Meski menjadi tempat berkumpulnya sampah dari segala penjuru Kota Probolinggo, memasuki kawasan ini tidak akan mencium bau tidak sedap dan lalat bertebaran. Volume sampah yang masuk ke TPA setiap hari sekitar 42,70 ton/ hari (sumber: BLH-bidang P2DPLH tahun 2010). Pengolahan akhir sampah memakai sistem sanitary landfill. Sistem penimbunan sampah secara berlapis-lapis lalu sampah ditutup tanah secara bertahap. Dengan ini (sistem) mencegah timbulnya bau dan berkembang vektor penyakit seperti lalat. Di sini juga dilengkapi perpipaan gas methan, pengelolaan lindi dan drainase.
TPA bekerjasama dengan paguyuban peduli sampah (Papesa) mengurangi jumlah sampah dengan sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas. Sasarannya komunitas masyarakat (rumahtangga) menggunakan pengelolaan sampah dengan cara pemilahan dan pengolahan. Tahun 2010 lalu disosialisasikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dapat menunjang percepatan pengelolaan sampah di Kota Probolinggo.TPST itu untuk kegiatan penggunaan ulang, pendauran ulang, pengumpulan, pemilahan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah. Saat ini sekitar 8 TPST yang tersebar di seluruh wilayah.
Berkat keberhasilan dua kebijakan yang ramah lingkungan ini, banyak sanjungan dan pujian dialamatkan kepada Kota Probolinggo. Bahkan tak sedikit daerah-daerah di nusantara yang menjadikan Kota Probolinggo sebagai rujukan untuk belajar mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Sumber Berita
No comments:
Post a Comment