Hari kamis tanggal 6 September 2012 kemarin, Kota Probolinggo mendapat tamu istimewa dari Jakarta, yaitu Tim Juri Nasional untuk Inovasi Management Perkotaan (IMP) Award 2012. Tim Juri Nasional tersebut beranggotakan 2 orang Juri dan seorang pendamping.
Diawali dengan sambutan dari Sekretaris Daerah Kota Probolinggo, Bapak Drs. H. JOHNY HARYANTO, M.Si, yang berisi tentang ungkapan syukur bahwa Kota Probolinggo yang berjuluk “Kota Seribu Taman” ini telah masuk 3 besar dari 36 Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Dalam kunjungan ini lokasi-lokasi yang menjadi titik concern untuk ditinjau dari Tim Juri tersebut antara lain: Pokmas ‘Indah’ Kelurahan Sumber Taman, Pokmas Prasaja Mulya Kelurahan Kareng Lor, Ponpes Al-Badriyah (Eco Pesantren), SMA Negeri 2, Bank Sampah Pasar Baru, TPA Bestari, UPT Komposting dan Taman Wisata Study Lingkungan.
Secara umum Tim Juri menilai bahwa Kota Probolinggo tidak kalah dibandingkan dengan Kota besar seperti Surabaya. Hal ini disampaikan oleh Pak Sodiq (salah satu Juri) yang mengatakan bahwa jalan didalam hutan mangrove di Kota Surabaya adalah sepanjang 600 meter, sedangkan Kota Probolinggo mampu menyediakan 450 meter. Ini sebuah prestasi yang luar biasa dalam konteks konservasi lingkungan.
Pendapat positif juga disampaikan untuk upaya pengolahan sampah. Juri sepakat bahwa pengolahan sampah di Kota Probolinggo ini telah baik. Terlihat dari optimalisasi pemanfaatan sampah tersebut menjadi lebih ekonomis. Mulai dari pembuatan kompos, gas metan, bahan bakar dari plastik hingga rencana menjadikan pengolahan sampah menjadi sebuah BUMD.
Namun semua aspek positif tersebut bukan berarti tak memiliki kekurangan. Ada beberapa point yang disampaikan Tim Juri berkaitan dengan penilaian dan masukan agar Kota Probolinggo menjadi lebih baik. Kritik dan masukan tersebut antara lain pada Ponpes Al-Badriyah yang menjadi motor Eco-Pesantren sekaligus lokasi pengolahan limbah plastik.
Menurut Tim Juri, Ponpes yang dipimpin oleh Kyai Hafidz tersebut kurang memiliki ventilasi sehingga udara terasa pengab dan kurang sehat. Kemudian tanaman vertical yang berfungsi sebagai estetitka juga tidak ada. Kemudian kritik juga diberikan pada SMA Negeri 2. Menurut para Juri, pihak pengelola sekolah kurang terintegrasi dengan kegiatan baik lokal maupun nasional. Padahal kegiatan tersebut berfungsi untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa maupun guru.
Kunjungan kemudian dilanjutkan ke TWSL dan lokasi eco-wisata hutan mangrove. Menurut para Juri, pengelola hutan harus mulai mempelajari teknis pengaturan pasang surut air laut, sebab mangrove akan tumbuh dengan baik pada air payau (perpaduan air laut dan tawar).
Lokasi terakhir yang dikunjungi adalah UPT TPA dan Komposting, masukan yang diberikan antara lain mengenai rencana menjadikannya BUMD oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Menurut para Juri, untuk memenuhi aspek tersebut maka volume kompos harus 50 ton agar dapat memberikan nilai ekonomis berupa gas metan yang cukup untuk menggerakkan generator bertenaga metan yang mampu menghasilkan listrik hingga 0,3 Megawatt. Dengan demikian, maka nilai ekonomis yang didapat akan mampu menjadikan UPT Komposting mandiri secara financial, tak tergantung pada APBD yang merupakan prasayarat untuk naik menjadi BUMD.
Dari itu semua, diharapkan Kota Probolinggo dapat menyabet Juara Inovasi Management Perkotaan (IMP) Award 2012. Mengingat, saat ini tinggal 3 Kota dari 36 Kabupaten/Kota se-Indonesia yang bersaing dan salah satunya adalah Kota Probolinggo. Semoga. Sumber Berita
Diawali dengan sambutan dari Sekretaris Daerah Kota Probolinggo, Bapak Drs. H. JOHNY HARYANTO, M.Si, yang berisi tentang ungkapan syukur bahwa Kota Probolinggo yang berjuluk “Kota Seribu Taman” ini telah masuk 3 besar dari 36 Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Dalam kunjungan ini lokasi-lokasi yang menjadi titik concern untuk ditinjau dari Tim Juri tersebut antara lain: Pokmas ‘Indah’ Kelurahan Sumber Taman, Pokmas Prasaja Mulya Kelurahan Kareng Lor, Ponpes Al-Badriyah (Eco Pesantren), SMA Negeri 2, Bank Sampah Pasar Baru, TPA Bestari, UPT Komposting dan Taman Wisata Study Lingkungan.
Secara umum Tim Juri menilai bahwa Kota Probolinggo tidak kalah dibandingkan dengan Kota besar seperti Surabaya. Hal ini disampaikan oleh Pak Sodiq (salah satu Juri) yang mengatakan bahwa jalan didalam hutan mangrove di Kota Surabaya adalah sepanjang 600 meter, sedangkan Kota Probolinggo mampu menyediakan 450 meter. Ini sebuah prestasi yang luar biasa dalam konteks konservasi lingkungan.
Pendapat positif juga disampaikan untuk upaya pengolahan sampah. Juri sepakat bahwa pengolahan sampah di Kota Probolinggo ini telah baik. Terlihat dari optimalisasi pemanfaatan sampah tersebut menjadi lebih ekonomis. Mulai dari pembuatan kompos, gas metan, bahan bakar dari plastik hingga rencana menjadikan pengolahan sampah menjadi sebuah BUMD.
Namun semua aspek positif tersebut bukan berarti tak memiliki kekurangan. Ada beberapa point yang disampaikan Tim Juri berkaitan dengan penilaian dan masukan agar Kota Probolinggo menjadi lebih baik. Kritik dan masukan tersebut antara lain pada Ponpes Al-Badriyah yang menjadi motor Eco-Pesantren sekaligus lokasi pengolahan limbah plastik.
Menurut Tim Juri, Ponpes yang dipimpin oleh Kyai Hafidz tersebut kurang memiliki ventilasi sehingga udara terasa pengab dan kurang sehat. Kemudian tanaman vertical yang berfungsi sebagai estetitka juga tidak ada. Kemudian kritik juga diberikan pada SMA Negeri 2. Menurut para Juri, pihak pengelola sekolah kurang terintegrasi dengan kegiatan baik lokal maupun nasional. Padahal kegiatan tersebut berfungsi untuk menambah wawasan dan pengetahuan siswa maupun guru.
Kunjungan kemudian dilanjutkan ke TWSL dan lokasi eco-wisata hutan mangrove. Menurut para Juri, pengelola hutan harus mulai mempelajari teknis pengaturan pasang surut air laut, sebab mangrove akan tumbuh dengan baik pada air payau (perpaduan air laut dan tawar).
Lokasi terakhir yang dikunjungi adalah UPT TPA dan Komposting, masukan yang diberikan antara lain mengenai rencana menjadikannya BUMD oleh Pemerintah Kota Probolinggo. Menurut para Juri, untuk memenuhi aspek tersebut maka volume kompos harus 50 ton agar dapat memberikan nilai ekonomis berupa gas metan yang cukup untuk menggerakkan generator bertenaga metan yang mampu menghasilkan listrik hingga 0,3 Megawatt. Dengan demikian, maka nilai ekonomis yang didapat akan mampu menjadikan UPT Komposting mandiri secara financial, tak tergantung pada APBD yang merupakan prasayarat untuk naik menjadi BUMD.
Dari itu semua, diharapkan Kota Probolinggo dapat menyabet Juara Inovasi Management Perkotaan (IMP) Award 2012. Mengingat, saat ini tinggal 3 Kota dari 36 Kabupaten/Kota se-Indonesia yang bersaing dan salah satunya adalah Kota Probolinggo. Semoga. Sumber Berita
No comments:
Post a Comment