Lomba Adipura Bestari antarkelurahan se-Kota Probolinggo 2008 digelar. Selama beberapa hari lalu, tim juri telah melakukan penilaian tahap pertama. Pada penilaian tahap pertama ini tim juri mengeluarkan kesimpulan umum, gerakan ABBL (Ayo Bersih-Bersih Lingkungan) perlu digencarkan lagi.
Ketua tim juri HM Eko Wahyono menyatakan kesimpulan tersebut siang kemarin usai melakukan penjurian. "Setiap kelurahan perlu menggencarkan lagi gerakan ABBL secara rutin, sehingga lingkungan bisa bersih, sehat dan indah," katanya.Kesimpulan berikutnya, dia menyatakan perlunya penghijauan di ruas-ruas jalan. Sehingga, setiap ruang bisa menjadi ruang hijau. Sementara, ada beberapa catatan khusus per titik pantau. Anggota tim juri Yeny Ira Susanti menyatakan untuk titik pantau taman kondisi umumnya mengalami penurunan. "Kurang perawatan," katanya.
Lain itu, ada catatan bahwa di kelurahan-kelurahan di wilayah selatan banyak lahan yang bisa dimanfaatkan jadi taman. Tapi, lahan-lahan itu tidak dimanfaatkan. Untuk titik pantau pertokoan, menurut Yeny, masalahnya masih klasik. "Banyak ditemui pertokoan yang tidak memiliki bak sampah. Ini terjadi bahkan di perkotaan," katanya. Untuk titik pantau perkantoran, anggota tim juri Dian Febrianingrum memberi catatan soal tata administrasi. Menurutnya, di sebagian besar kantor kelurahan sistem administrasinya tidak tertata dengan baik. Setiap ganti perangkat, administrasinya kacau.
Saat penjurian kerap didapati perangkat yang tidak tahu menahu arsip-arsip surat. "Alasannya, perangkatnya masih baru. Kalau sistem administrasinya tertib, tidak perlu terjadi hal seperti itu," ujarnya. Catatan lain, menurutnya, di kelurahan-kelurahan belum sadar pentingnya foto dokumentasi kegiatan. Padahal, itu penting sebagai, salah satunya, bukti otentik bahwa kelurahan-kelurahan memang telah berbuat.
Untuk titik pantau perumahan, menurut ketu tim juri HM Eko Wahyono, secara umum tiada bedanya dengan tahun lalu. Semestinya kelurahan-kelurahan menunjuk titik pantau baru. "Agar terjadi pemerataan pembenahan lingkungan," katanya. Selain itu, masih terdapat beberapa kelurahan yang belum bisa menjabarkan maksud titik pantau perumahan. Yang terjadi, ada yang masih menonjolkan rumah warga. "Padahal, yang dimaksud titik pantau perumahan ya lingkungan pemukiman, bukan rumah orang per orang," kata Eko.
Catatan lainnya, di umumnya perumahan-perumahan yang jadi titik pantau, masih banyak ditemukan kurangnya sebaran bak sampah. Sebagian besar rumah belum ada bak sampahnya. Di beberapa perumahan, masih banyak ditemukan juga drainase yang mati. "Kalau tidak jadi tempat sampah, ya tertimbun tanah," kata Eko. Lalu, di lingkungan perumahan-perumahan baru, umumnya belum nampak adanya upaya penghijauan. "Jadi, perumahan-perumahan baru selalu nampak kering dan panas," tambahnya.
Untuk titik pantau sungai, masih juga banyak ditemukan jadi tempat pembuangan sampah. Di beberapa kawasan, sungai bahkan masih saja dijadikan tempat buang hajat. "Sehingga, masih banyak itu gedhek-gedhek MCK di atas sungai," kata Eko. Soal titik pantau pasar, menurut Eko, pada umumnya terlihat ada peningkatan dibanding tahun lalu. Sudah terlihat ada usaha dari pedagang untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempatnya berjualan.
Sehingga itu memudahkan petugas kebersihan dalam mengangkut sampah. "Hanya, masalahnya pasar-pasar desa rata-rata belum memiliki TPS. Dan belum tampak usaha untuk memanfaatkan sampah, misalnya, menjadi kompos," terang Eko. Titik pantau sekolah dan puskesmas, relatif tidak terlihat ada perubahan signifikan. Kecuali sekolah atau puskesmas yang mengalami perbaikan gedung. Di beberapa puskesmas pembantu (pustu), masih ditemukan tidak memiliki tempat sampah di ruang tunggu. Limbah medis dan nonmedis belum dipisah. Ada juga puskesmas yang bangunannya bagus, tapi kamar mandinya kurang bersih.
Bahkan ada juga pustu di wilayah selatan yang diperlakukan seenaknya saja. Dalam penjurian kemarin tim mendapati satu pustu yang pagar depan dan sampingnya penuh dengan jemuran. Dari handuk sampai celana dalam. Wah, seperti kos-kosan saja. Ketua tim juri Eko Wahyono sampai tidak betah, dan akhirnya menegur staf pustu tersebut. Setelah ditegur, baru jemuran-jemuran itu diringkesi. Eko Wahyono berharap, pada penilaian tahap kedua nanti akan terjadi perubahan signifikan di setiap kelurahan. Sumber Berita
Lain itu, ada catatan bahwa di kelurahan-kelurahan di wilayah selatan banyak lahan yang bisa dimanfaatkan jadi taman. Tapi, lahan-lahan itu tidak dimanfaatkan. Untuk titik pantau pertokoan, menurut Yeny, masalahnya masih klasik. "Banyak ditemui pertokoan yang tidak memiliki bak sampah. Ini terjadi bahkan di perkotaan," katanya. Untuk titik pantau perkantoran, anggota tim juri Dian Febrianingrum memberi catatan soal tata administrasi. Menurutnya, di sebagian besar kantor kelurahan sistem administrasinya tidak tertata dengan baik. Setiap ganti perangkat, administrasinya kacau.
Saat penjurian kerap didapati perangkat yang tidak tahu menahu arsip-arsip surat. "Alasannya, perangkatnya masih baru. Kalau sistem administrasinya tertib, tidak perlu terjadi hal seperti itu," ujarnya. Catatan lain, menurutnya, di kelurahan-kelurahan belum sadar pentingnya foto dokumentasi kegiatan. Padahal, itu penting sebagai, salah satunya, bukti otentik bahwa kelurahan-kelurahan memang telah berbuat.
Untuk titik pantau perumahan, menurut ketu tim juri HM Eko Wahyono, secara umum tiada bedanya dengan tahun lalu. Semestinya kelurahan-kelurahan menunjuk titik pantau baru. "Agar terjadi pemerataan pembenahan lingkungan," katanya. Selain itu, masih terdapat beberapa kelurahan yang belum bisa menjabarkan maksud titik pantau perumahan. Yang terjadi, ada yang masih menonjolkan rumah warga. "Padahal, yang dimaksud titik pantau perumahan ya lingkungan pemukiman, bukan rumah orang per orang," kata Eko.
Catatan lainnya, di umumnya perumahan-perumahan yang jadi titik pantau, masih banyak ditemukan kurangnya sebaran bak sampah. Sebagian besar rumah belum ada bak sampahnya. Di beberapa perumahan, masih banyak ditemukan juga drainase yang mati. "Kalau tidak jadi tempat sampah, ya tertimbun tanah," kata Eko. Lalu, di lingkungan perumahan-perumahan baru, umumnya belum nampak adanya upaya penghijauan. "Jadi, perumahan-perumahan baru selalu nampak kering dan panas," tambahnya.
Untuk titik pantau sungai, masih juga banyak ditemukan jadi tempat pembuangan sampah. Di beberapa kawasan, sungai bahkan masih saja dijadikan tempat buang hajat. "Sehingga, masih banyak itu gedhek-gedhek MCK di atas sungai," kata Eko. Soal titik pantau pasar, menurut Eko, pada umumnya terlihat ada peningkatan dibanding tahun lalu. Sudah terlihat ada usaha dari pedagang untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempatnya berjualan.
Sehingga itu memudahkan petugas kebersihan dalam mengangkut sampah. "Hanya, masalahnya pasar-pasar desa rata-rata belum memiliki TPS. Dan belum tampak usaha untuk memanfaatkan sampah, misalnya, menjadi kompos," terang Eko. Titik pantau sekolah dan puskesmas, relatif tidak terlihat ada perubahan signifikan. Kecuali sekolah atau puskesmas yang mengalami perbaikan gedung. Di beberapa puskesmas pembantu (pustu), masih ditemukan tidak memiliki tempat sampah di ruang tunggu. Limbah medis dan nonmedis belum dipisah. Ada juga puskesmas yang bangunannya bagus, tapi kamar mandinya kurang bersih.
Bahkan ada juga pustu di wilayah selatan yang diperlakukan seenaknya saja. Dalam penjurian kemarin tim mendapati satu pustu yang pagar depan dan sampingnya penuh dengan jemuran. Dari handuk sampai celana dalam. Wah, seperti kos-kosan saja. Ketua tim juri Eko Wahyono sampai tidak betah, dan akhirnya menegur staf pustu tersebut. Setelah ditegur, baru jemuran-jemuran itu diringkesi. Eko Wahyono berharap, pada penilaian tahap kedua nanti akan terjadi perubahan signifikan di setiap kelurahan. Sumber Berita
No comments:
Post a Comment